Lomba Dunia Maya-Ketika "Iseng" berubah menjadi jalan hidup!

Ah, lagi-lagi aku menulis, lagi, lagi dan lagi. Entah kenapa kalau ada segala sesuatu yang berhubungan dunia kepenulisan aku selalu memiliki rasa ketertarikan yang teramat besar, bukan karena nilai hadiahnya, tapi karena sudah menjadi panggilan hidup (meskipun dulunya aku tak pernah memiliki hobi menulis sekeras ini). Bukan pula karena aku sudah terlalu sering memenangkan kompetisi, justru sebaliknya, aku selalu belum beruntung.
Semua kecelakaan sejarah ini berawal saat aku mengenal dunia maya (internet) yang saat itu masih bisa dibilang “langka” di daerahku. Maklum saja, untuk sekali mengakses warnet, aku harus keluar dari desaku yang benar-benar pelosok di tepian Bengawan Solo. Dan tentu juga merogoh kocek yang tidak sedikit, transport, makan, dan biaya internet! Tapi kini aku bersyukur sekali, seandainya dulu Tuhan tidak mempertemukanku dengan teknologi ini, mungkin aku tidak pernah menemukan jatidiriku sebagai penulis (ya, penulis yang masih belum terkenal tentunya). Alhamdulillah, puji syukur hanya milik Allah yang menunjukkan kepada hambanya jalan hidup, way of live!
Tahun 2009
Aku ingat betul hari itu, hari kamis di pertengahan bulan Agustus selepas kegiatan. Saat itu guru komputerku, Namanya Bu Puji (terakhir aku lulus tahun kemarin, beliau belum menikah, lewat tulisan sedikit ini saya sampaikan, semoga cepat mendapat jodoh ya, Bu! Amiiien). Beliaulah orang pertama yang membuka cakrawala baru tentang dunia maya. Kurang lebih percakapan siang itu seperti ini (seingatnya saja ya)
“Lil, habis ini dirimu kemana? Sibuk tidak?”
“Mboten, Bu! Badhe wangsul ” Aku jawabnya harus pakai bahasa ini, karena aku orang Jawa tulen! Bapak Jawa – Ibu Jawa, jadinya : hormat kepada yang lebih tua.
“Temenin ibu ke warnet ya, ada tugas yang mau ibu buat. Nanti kamu gratis. Tinggal nunggu aja. Gimana?”
Aku juga tidak perlu menjawabnya dengan kata-kata, karena sejatinya gerak tubuhku mengatakan IYA ditambah wajahku yang mendadak sumringah mringis mendengar kata “warnet” apalagi ditambah kata “gratis”, jelas tidak ada penolakan. Aku takluk. Aku benar-benar penasaran seperti apa rupa warnet. Seandainya jaman penjajahan dulu ada warnet, mungkin banyak orang-orang yang mau dipenjara asal ada warnetnya (pikiran aneh mulai mampir).
Setelah dirasa cukup persiapan, yang tak berlebihan : hanya tas kecil, baju ala kadarnya, dan sebuah botol air minum, kami berangkat ke warnet. Tempatnya yang lumayan jauh membuat aku tak berani untuk menyetir motor (saat itu belum begitu mahir, beda dengan sekarang yang juga tidak kunjung mahir), akhirnya aku hanya membonceng bu guruku yang subur tadi.
Perjalanannya tak usah diceritakan, kurang menarik. Karena jalan disana memang bukan jalan umumnya “manusia”, dikatakan jalan tapi bisa ditanami beraneka ragam tanaman : padi, pisang, jadung dan kacang, karena kerusakannya yang maha parah. Dan rasanya riskan sekali kalau harus memprotes pemerintah buat meminta perbaikan, karena alasannya akan lebih banyak daripada sebab yang kami tawarkan akan kebutuhan jalur transportasi yang memadai. Jadi, kisah perjalanan kita anggap selesai. Titik.
Ah, akhirnya sampai warnet. Langsung saja ya, ceritanya tidak usah terlalu detail, takutnya malah jadi novel (berharap). Awalnya aku heran juga, begini to warnet itu, awalnya aku mengira warnet itu mirip dengan tempat telepon umum itu (wartel), tidak dinyana, ternyata lebih besar nyaman, dan satu lagi : dingin.
Aku langsung masuk, nyelonong tanpa rasa berdosa mencari KBU yang kosong (sampai detik ini aku belum tahu menahu singkatan dari KBU itu sendiri). Disana ada billing menu, saat itu aku benar-benar gaptek, untuk membukanya saja kebingungan minta ampun. Akhirnya aku dapatkan solusi terakhir, Bu Puji. Masalah tidak berhenti sampai disitu, karena aku juga bingung harus meng-klik yang mana, belum tahu-menahu browser, belum tahu harus diapakan. Tapi setelah utak-atik cukup lama, aku bisa membuka IE (Internet Explorer). Yess! Batinku.
Hal yang pertama aku buat saat itu, di hari pertama pula adalah membuat sebuah alamat email yang benar-benar masih terpakai hingga detik ini : mutiara_pena@yahoo.com. Kadang daku tak menyangka juga, alamat email ini memiliki unsur nama yang mengandung nilai-nilai sastra (mendadak merasa melayang, gemuk). Lihat saja kata ini “mutiara pena” bukankah ini sebuah kata yang bisa menimbulkan banyak penafsiran? Berlebihan? Tidak, tentu saja! Silahkan ditafsirkan, pasti berbeda.
Akhirnya kurang lebih selama 1 jam duduk disitu selain membuat email aku hanya googling, tidak ada yang lain, cuma memasukkan kata kunci tentang kartun favoritku : Dragon Ball, tekan Enter. Begitu seterusnya, terbersit keinginan untuk menyimpan gambar-gambar tadi, tapi segera kuurungkan karena memang belum bisa ditambah tidak punya media penyimpanannya.
Jujur saja di hari pertama aku benar-benar jatuh hati dengan dunia maya, sejak saat itulah aku dalam hati memutuskan harus bisa dengan yang namanya “internet”, aku mulai rajin membaca buku seputar dunia maya, kemudian menjadi lebih rajin ngenet pula, dengan konsekuensi : mengurangi uang jajan. Aku juga menunjukkan kemampuan yang pesat dalam usaha mempelajarinya, pemahamanku benar-benar di atas ukuran normal saat itu. Karena satu hal punya minat dan ketertarikan yang besar dan tidak takut untuk sekedar bertanya atau takut salah.
Satu tahun kemudian …
Tahun 2010 aku iseng sekaligus berniat untuk memiliki blog pribadi, (setelah kepincut pada sebuah blog seorang teman di dunia maya) meskipun hanya untuk sekedar tulisan copy-paste, atau sekedar menulis cerita curhat (kayak diary) tapi bisa dilihat orang banyak. Akhirnya aku mulai menulis di media tersebut, pelan tapi pasti aku juga mulai tertarik pada dunia sastra (gara-gara membaca Tetralogi Laskar Pelangi).
Akhirnya aku benar-benar menulis, benar-benar menjadi penulis, memadukan kemampuan internetku yang dikombinasi dengan niat untuk belajar sastra dan menulis, dimanapun, dan kapanpun aku bisa. Hingga hobi ini terpatri dalam dadaku hingga detik aku menulis sekelumit cerita “kisah nyata dunia maya” ini. Meskipun tulisanku belum pernah ada yang lolos di media massa (aku tidak pernah absen mengirim hingga detik ini), aku sangat bersyukur, setidaknya orang di seantero dunia bisa membaca karya-karyaku di dunia maya, yang kesemuanya, sejatinya merupakan kisah hidup yang benar adanya, atau merupakan refleksi atas apa yang ku alami dalam kehidupan nyata ini.
Pembaca yang budiman, tidak ada sesuatupun yang ku anggap sempurna melebihi Sang Maha Pencipta, oleh karena itu jika dalam sekelumit cerita ini terdapat kata yang kurang berkenan, sekiranya itulah kekuranganku, dan jika ada kata yang memiliki nilai manfaat, semata-mata itu hanya “tangan ghaib” Tuhan yang membimbingku untuk menulis semua ini. Terima kasih atas kesediaannya untuk membaca.

Nuun, wal qolami wamaa yashturuun
(Nuun, demi pena dan segala yang dituliskannya, QS Al Qolam : 1)
Semarang, 18 Juni 2011

Comments

Popular posts from this blog

Your Link Exchange

Forum ICITY: Transformasi Cara Berkomunikasi & Berbagi Solusi

Seberapa Cepat Loading Blog Anda?