Filantropi Islam untuk Kesejahteraan Bangsa

 

Dekade terakhir menjadi saksi kebangkitan filantropi Islam di Indonesia-. Era baru ini ditandai oleh pengelolaan kolektif zakat, infak, sedekah, dan wakaf secara profesional dan transparan oleh masyarakat sipil (civil society). Di era baru inilah kita melihat penghimpunan dana filantropi Islam meningkat pesat dengan diikuti oleh pendayagunaan yang semakin efektif dan produktif. Filantropi Islam kini telah bertransformasi dari ranah amal-sosial-individual ke ranah ekonomi-pembangunan-keummatan.

Di Indonesia, filantropi Islam telah ada sejak Islam hadir di Indpnesia yang di dorong oleh aktivitas sosial dua institusi keagamaan terpenting masjid dan pesantren. Walaupun potensi dana filantropi Islam yang sangat besar, namun hingga saat ini ia masih belum mampu mengangkat kesejahteraan kelompok miskin di negeri ini hingga keluar dari jurang kemiskinan. Dibutuhkan perubahan besar dalam perilaku penderma dan peningkatan kapasitas lembaga pengumpul dana untuk kinerja filantropi Islam yang lebih baik ke depan.

Potensi filantropi kini semakin tidak bisa dipandang remeh. Di tingkat global, dalam dekade terakhir kecenderungan filantropi menunjukkan perkembangan yang luar biasa dalam skala dan kecepatannya. Pengumpulan dana filantropi yang semakin besar, diikuti dengan tujuan-tujuan yang semakin ambisius, seperti memberantas kemiskinan, menemukan vaksin HTV/AIDS, menghentikan pembuatan senjata nuklir, hingga mengatasi pemanasan global. Di negara-negara sekuler, sektor nirlaba mencatat peran signifikan dalam perekonomian. Menurut majalah The Economist, pada tahun 1996 penduduk Amerika Serikat menyumbang US$ 143 miliar ke organisasi nirlaba. Diperkirakan sektor nirlaba perekonomian mencapai 8% dari PDB-dua kali lipat dari angka 1960 dan mempekerjakan 10% dari total angkatan kerja, lebih besar dari seluruh pekerja pemerintah pusat dan federal.

Selaras dengan kecenderungan global, potensi filantropi di Indonesia juga sangat besar. Majalah SWA memperkirakan bahwa potensi dana filantropi di negeri ini mencapai Rp 2,3-4,6 triliun per tahun. Vang menarik, estimasi tentang potensi dana filantropi Islam adalah sangat besar. Sementara sebuah studi lain mengestimasi bahwa potensi filantropi Islam mencapai Rp 19,3 triliun per tahun. Hal ini mengindikasikan bahwa masyarakat muslim jauh lebih dermawan dibandingkan masyarakat Indonesia secara rata-rata.

Dari besaran potensi filantropi Islam tersebut, sebagian besar merupakan potensi zakat. Studi PIRAC menunjukkan bahwa potensi zakat di Indonesia sangat signifikan, dengan kecenderungan meningkat setiap tahunnya. Dari survei di 10 kota besar di Indonesia, PIRAC menunjukkan bahwa potensi rata-rata zakat per muzakki mencapai Rp 684.550,- pada tahun 2007, meningkat dari Rp 124.200,- dan Rp 416.00,-berturut-turut pada tahun 2000 dan 2004.

Lebih jauh lagi, dengan populasi muslim Indonesia sekitar 86% dari total jumlah penduduk, jumlah keluarga sejahtera sebanyak 41,4 juta rumah tangga, persentase muzakki dari populasi Muslim Indonesia sekitar 55% dan muzakki yang benar-benar membayar zakat adalah 95%, maka PEBS-FEUI memproyeksikan potensi dana zakat Indonesia tahun 2009 mencapai Rp 12,7 triliun.

Zakat dan wakaf telah dipraktikkan sejak awal Islam masuk ke negeri ini, dengan didorong oleh dua institusi keagamaan terpenting yaitu masjid dan pesantren. Dalam lintasan sejarah, zakat dan wakaf telah banyak berkontribusi dalam pengembangan agama Islam dan peningkatan kesejahteraan umat, bahkan menjadi salah satu sumber pembiayaan perjuangan melawan penjajahan di Indonesia. Namun pengelolaan zakat dan wakaf masih dilakukan secara tradisional-individualis. Hal ini terus berlanjut pasca kemerdekaan. Pengelolaan zakat dan wakaf secara ekonomis-produktif, tetap tidak terperhatikan. Potensi zakat dan wakaf yang membesar, seiring kemerdekaan dan meningkatnya taraf hidup penduduk, tidak mampu dikelola dengan baik.

Filantropi Islam mengalami kebangkitan di tangan masyarakat sipil pada tahun 1990-an, yang dipelopori antara lain oleh Bamuis BNI (berdiri 1968), Yayasan Dana Sosial Al Falah (1987), dan Dompet Dhuafa Republika (1993), Era ini kemudian dikenal menjadi era pengelolaan filantropi Islam secara profesional-modern berbasis prinsip-prinsip manajemen dan tata kelola organisasi yang baik. Sejak era inilah kemudian potensi filantropi Islam mulai tergali dengan dampak yang semakin signifikan dan meluas.

Comments

Popular posts from this blog

Your Link Exchange

Forum ICITY: Transformasi Cara Berkomunikasi & Berbagi Solusi

Seberapa Cepat Loading Blog Anda?