Perpeloncoan, tidak relevan tapi dibutuhkan

Tulisan ini dimuat Suara Merdeka Edisi 18 Juni 2011
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pelonco berarti pengenalan dan penghayatan situasi lingkungan baru dengan mengendapkan (mengikis) tata pikiran yang dimiliki sebelumnya. Jika merujuk pada arti secara harfiah tersebut,maka seyogianya dapat dimengerti bahwa kegiatan perpeloncoan yang selama ini terjadi di dunia perkuliahan memiliki tujuan akhir untuk memberikan pemahaman baru sekaligus mindset untuk beradaptasi lebih baik di lingkungan baru.
Namun kini, kegiatan yang berlangsung di lapangan malah justru sebaliknya. Banyak sekali kejadian yang melampaui batas normal untuk sebuah perpeloncoan, sebut saja mahasiswa harus mengikuti perintah konyol yang sebenarnya kurang bermanfaat, dan tak jarang berujung pada sanksi fisik tanpa dasar jelas, sehingga yang membekas di mahasiswa bukanlah nilai yang positif dan edukatif, melainkan sebuah perasaan terkekang yang akhirnya dilampiaskan dengan pembangkangan.
Jika alasan kegiatan ini bertujuan untuk mengikis tata pikiran yang dimiliki sebelumnya, maka perpeloncoan bukanlah tindakan yang tepat sasaran dan tentu tidak relevan lagi dengan kultur masyarakat kita yang cenderung sensitif pada kejadian berbau kekerasan Hak Asasi.
Seharusnya, kegiatan perpeloncoan sebuah universitas dikemas bukan lagi sebagai ajang balas dendam bagi senior, melainkan sebagai proses yang benar-benar mengedepankan pendidikan moral dan karakter. Masa orientasi harus di isi dengan kegiatan – kegiatan yang melecut semangat mahasiswa baru. Bisa dengan menampilkan prestasi – prestasi yang telah diraih universitas pilihannya. Menunjukkan UKM – UKM yang berprestasi, mendatangkan pemateri yang berkualitas. Jangan melulu pada kegiatan lapangan.
Kemudian yang tidak kalah penting adalah, jangan sampai kegiatan seperti ini ditakuti karena “cerita-cerita seram” yang berkembang bahwa masa perpeloncoan (OSPEK) adalah masa yang penuh dengan kekejaman senior. Buktikan bahwa hal tersebut tidak benar.
Akhirnya, segala sesuatu pasti akan mengundang pro dan kontra. Tidak terkecuali perpeloncoan yang terjadi selama ini. Namun jika kita mau menyadari lebih dalam dari diri kita masing-masing, sesungguhnya perpeloncoan tidak lebih dari sebuah langkah untuk menuju pendewasaan yang gilang-gemilang, hanya saja kini kita harus mengubahnya menjadi lebih manusiawi dan menyenangkan, serta yang tak kalah penting adalah tidak melupakan kultur kebudayaan kita yang menjunjung tinggi nilai ketimuran.

Comments

Popular posts from this blog

Your Link Exchange

Forum ICITY: Transformasi Cara Berkomunikasi & Berbagi Solusi

Seberapa Cepat Loading Blog Anda?