Solusi Kependudukan : Penyuluhan - Pendampingan - Follow Up!

Bangsa kita, bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar. Bangsa yang memiliki kultur budaya luar biasa, sumber daya yang melimpah ruah dan dapat diperbaharui, sekaligus sebuah Negara kepulauan yang memiliki keindahan alam tak tertandingi di belahan dunia manapun. Tentu saja hal ini merupaka karunia yang patut kita syukuri sebagai warga Negara. Meskipun banyak masalah yang membelit Negara kita ini, setidaknya kita masih bisa melihat ada harapan bagi bangsa kita untuk lebih baik lagi ke depannya.
Sumber Daya Insani (SDI) atau Sumber Daya Manusia merupakan suatu asset yang teramat penting bagi kemajuan sebuah bangsa, semakin berkualitas SDM-nya maka peluang untuk meraih kemakmuran akan semakin terbuka lebar. Sedangkan jika SDM yang dimiliki bangsa kita hanya segelintir kecil orang saja, maka proses perubahan yang diharapkan menuju lebih baik tersebut akan tersendat-sendat dan berat. Selain itu, jika SDM yang berkualitas hanya sedikit sedangkan apresiasi pemerintah terhadap mereka yang intelektual belum maksimal, maka kita dapat menerka-nerka kemana akhirnya mereka pergi, yakni mereka akan “pergi” mencari Negara yang mau menghargai intelektual mereka. Sedangkan di Indonesia, rasanya terlalu riskan jika meminta negara menghidupi dengan layak seorang Ilmuwan, malah hanya akan menjadi tertawaan untuk mereka yang “di atas”.
Negara kita merupakan Negara dengan kepadatan penduduk terbesar ke empat setelah RRC, India, dan Amerika dengan total popualsi 237.556.363 jiwa, yang terdiri dari 119.507.580 laki-laki dan 118.048.783 perempuan. Namun sangat disayangkan adalah dari jumlah yang sedemikian besar ini hanya sedikit sekali yang mengerti dan paham akan konsep dari keluarga berencana, apalagi ketika memasuki ranah-ranah daerah pinggiran, kata KB (Keluarga Berencana) masih asing dan tak jarang orang yang ber-KB dianggap aneh, karena ada pemahaman yang berkembang bahwa “banyak anak, banyak rejeki” dan bukan dua anak cukup. Secara kuantitas pertumbuhan penduduk seperti yang penulis sebutkan di awal Indonesia masih cukup tinggi, bahkan terbesar keempat sedunia, namun secara kualitas masih tergolong rendah yakni berada pada posisi ke 108 dari 188 negara. Ini tugas berat yang harus dipikul kita bersama, agar jumlah yang demikian besar ini juga sebanding dengan pemerataan kesejahteraan bagi penduduknya.
Michael Thomas Sadler menyatakan akan terjadi suatu mekanisme keseimbangan antara pertambahan jumlah penduduk dan tingkat kemakmuran. Bertambahnya tingkat kemakmuran akan menyebabkan berkurangnya kemampuan atau keinginan menambah jumlah anak dan sebagainya. Sehingga jika bangsa kita mampu meningkatkan taraf hidup penduduknya, maka angka fertilitas juga dapat ditekan seminimal mungkin, dengan peluang keberhasilan yang besar.
Jawa Barat memiliki tingkat pertumbuhan yang cukup tinggi terjadi di Kab. Bogor dan Kab. Tasikmalaya. Sebetulnya pertumbuhan penduduk di daerah sekitar Kota Bandung (tadinya termasuk dalam wilayah Kabupaten Bandung) termasuk dalam kategoori tinggi, namun karena adanya pemecahan wilayah Kabupaten Bandung menjadi Kabupaten Bandung dan Kabupaten Bandung Barat, maka secara numerik tingkat pertumbuhan penduduk di Kabupaten Bandung menjadi kecil.
Dengan pertumbuhan yang cukup tinggi ini, akan dapat menimbulkan beberapa dampak sekaligus ancaman, antara lain :
1. Ekonomi
Penduduk merupakan asset yang sangat bermanfaat dalam mengawal stabilitas perekonomian bangsa, namun jika kondisinya terlalu timpang antara kesejahteraan dan jumlah penduduk yang tak sejalan, maka kemajuan ekonomi juga akan tersendat-sendat. Yang akhirnya akan terjadi penurunan pada aspek kesehatan dan pangan, karena inilah kebutuhan paling pokok yang sering terlupakan. Maka solusinya akan berujung pada penerapan serta pemahaman akan pentingnya program keluarga berencana
2. Pendidikan
Jumlah penduduk yang terlalu besar akan mengakibatkan pemahaman akan pentingnya pendidikan berkurang, karena yang paling penting adalah pemenuhan kebutuhan. Sedangkan dalam pemenuhan kebutuhan sendiri diperlukan keahlian khusus yang hanya dapat diperoleh secara formal dari pendidikan.
3. Sosial budaya
Kemiskinan (sebagai dampak kepadatan penduduk) mengakibatkan kebudayaan dan kearifan lokal terkikis secara pelan tapi pasti. Selain itu kemiskinan negeri ini dapat menyebabkan berkurangnya interaksi sosial di masyarakat, karena masing-masing orang hanya disibukkan untuk pemenuhan kebutuhan dapur.
Akhirnya, dari itu semua harus kita simpulkan bersama. Bahwa masalah kependudukan bukan hanya masalah segelintir orang saja, tetapi merupakan masalah bersama yang harus kita atasi bersama penyelesaiannya, sehingga kita dapat mewujudkan visi bangsa “Terwujudnya Indonesia yang Sejahtera, Demokratis dan Berkeadilan” untuk 5 tahun ke depan. Hemat penulis, solusi dari semua masalah ini adalah penyuluhan dan pendampingan yang kontinyu, jangan setengah-setengah. Penyuluhan-pendampingan-follow up, demikian terus menerus sampai pemahaman kependudukan mengakar di masyarakat.

Comments

Popular posts from this blog

Your Link Exchange

Forum ICITY: Transformasi Cara Berkomunikasi & Berbagi Solusi

Daftar 50 Promising University Indonesia