Sumbu Perjuangan Yang Tak Akan Padam

aksi bakar diri sondang hutagalung
Sang Pena - SEBUAH penghormatan tertinggi, untuk perjuangan Kakanda Sondang Hutagalung yang merelakan diri dilahap api, yang menggelepar dipanggang, menyuarakan jerit ratap kemiskinan yang seolah tak pernah berhenti menghantui bumi pertiwi. Sebuah tindakan yang menyadarkan jutaan pasang mata Indonesia, bahwa negeri ini sejatinya sedang terlelap dalam mimpi yang panjang. Bahwa negeri ini tak pernah “merdeka”, bahwa gemah ripah loh jinawi hanya angan yang digembor-gemborkan kala kampanye, demi sebuah “suara”.
Jika ada ketidak-setujuan terhadap tindakan Sondang Hutagalung tersebut, itu adalah sebuah kewajaran. Namun ketika aksi tersebut dinilai sebagai sebuah kesia-siaan, maka itulah sebuah kesalahan yang besar, karena tidak ada yang namanya kematian sia-sia dalam sebuah perjuangan. Apalagi tindakan tersebut berorientasi kepada perbaikan bangsa ini ke depannya. Demi rakyat Indonesia!
Sondang Hutagalung hendak menyampaikan pesan kepada rakyat Indonesia, agar semuanya sadar bahwa berdiam diri bukanlah solusi mengatasi carut-marut negeri ini. Bahwa negara ini membutuhkan perubahan. Bahwa negara ini tidak cukup dipimpin mereka yang bermodal janji tapi berkelakuan tirani. Beliau bertindak demikian karena kritik kini tak lagi cukup untuk menyadarkan penguasa negeri ini.
Sondang Hutagalung, adalah mahasiswa. Dia adalah saya, dia adalah kita semua, adalah rakyat Indonesia. Dan dia adalah jiwa yang telah digerakkan hatinya untuk membebaskan diri dari negeri seribu satu ironi ini, yang dirinya kini telah menjadi sumbu perjuangan.
Sondang Hutagalung, tidak pernah benar-benar mati, karena setelah kematiannya, dia kini hidup di setiap Jiwa yang menderita karena tirani penguasa. Pesan yang harus kita pegang bersama, bahwa jangan pernah takut untuk melantangkan suara keadilan, perjuangan melawan korupsi belum selesai, dan perjuangan melawan tirani akan segera dimulai. Bersama-sama kita mahasiswa “atur barisan di pagi hari”, siapkan yang terbaik agar generasi mendatang bukan ayam-ayam yang mati di lumbung padi. Tetapi benar-benar gemah ripah loh jinawi. Teriaklah lantang selama itu kebenaran, karena lantang bukan berarti lancang.

Comments

Post a Comment

Silakan tinggalkan komentar, yang sopan ya :) | Semua komentar akan dimoderasi.

Hendak diskusi dengan penulis, silakan via email di pena_sastra@yahoo.com. Terima kasih

Popular posts from this blog

Your Link Exchange

Forum ICITY: Transformasi Cara Berkomunikasi & Berbagi Solusi

Daftar 50 Promising University Indonesia