My Opini : Butuh Sinergi Semua Pihak

Stop! Premanisme!
Sang Pena - My Opini - Setiap mendengar kata preman, reflek pikiran kita akan tertuju kepada orang-orang jahat, orang yang tidak memiliki pekerjaan tetap atau orang yang merasa kebal terhadap hukum. Mereka biasa disebut perampok, penodong, pencuri, bahkan pembunuh.
Indonesia, sebagai salah satu negara demokrasi yang memegang teguh hukum juga tak pernah lepas dari permasalahan premanisme. Di berbagai pelosok tanah air, kita masih saja menemukan berbagai tindakan yang mencerminkan sebuah kesan nyata bahwa premanisme telah menggurita, apapun bentuknya.
Premanisme yang nyata melawan hukum tersebut memang sudah seharusnya diberantas. Jika dibiarkan berlarut-larut, bukan hanya masyarakat yang dirugikan. Tetapi akan menjadi sebuah tanda tanya besar, kemana para penegak hukum selama ini? Akankah menunggu jatuhnya korban, hingga tindakan yang dilakukan terkesan “lambat” dan bukan antisipatif.
Hari Ahad (26/2/2012) dua orang anggota polisi Polda Sumatra Utara tewas diamuk massa. Pasalnya polisi yang sedianya hendak membekuk bandar togel, oleh tersangka diteriakkan “Maling”, warga yang mendengar langsung keluar rumah dan memburu polisi tersebut. Tiga orang berhasil lolos dan menyelamatkan diri. Namun naas, dua polisi yang tidak berhasil lolos dianiaya, dimasukkan dalam mobil dan dibakar hidup-hidup hingga tewas di tempat kejadian perkara.
Sebuah ironi, penegak hukum yang semestinya melindungi dan mengayomi masyarakat malah harus meregang nyawa dan berakhir dalam amukan massa. Sebagai negara hukum, kejadian tersebut tentu sangat memukul kesadaran dan memprihatinkan. Penegak hukum, seorang polisi berakhir dalam amukan massa, masyarakatnya sendiri.
Kejadian ini bukan kali pertama, namun pembiaran yang terus berlangsung hingga kini dan antisipasi yang terkesan menunggu jatuhnya korban tentu sangatlah tidak bijak. Premanisme bagaimanapun bentuknya, harus dicegah, bahkan dimusnahkan dari bumi Indonesia. Karena dengan kondisi yang stabil dan aman, roda kehidupan di masyarakat dapat berjalan sebagaimana mestinya.
Beberapa hal yang bisa dilakukan adalah, pertama meningkatkan kesadaran akan hukum di masyarakat. Rendahnya kesadaran terhadap keberadaan hukum di masyarakat kita sering memicu tindakan premanisme, main hakim sendiri, dan penyelesaian masalah dengan jalan kekerasan. Bentuk peningkatan kesadaran terhadap hukum bisa berupa penyuluhan, pendampingan, dan dimasukkan dalam kurikulum pendidikan.
Ke dua, pembinaan terhadap pelaku premanisme. Disadari ataupun tidak, pelaku yang melakukan tindakan premanisme juga memiliki alasan atas tindakannya tersebut. Jika kita hanya menghukum tanpa memberikan efek jangka panjang, maka kejadian yang sama bisa terulang ketika pelaku telah bebas dari tuntutan hukum. Pembinaan yang benar harus mencakup aspek mental dan spiritual, sehingga terdapat kesadaran dari hati nurani mantan pelaku premanisme atas tindakannya tersebut.
Ke tiga, memberlakukan sanksi yang tegas terhadap segala bentuk tindakan premanisme. Sanksi yang telah ada selama ini terkesan hanya tulisan hitam di atas putih, belum sepenuhnya diimplementasikan dalam tindakan. Sehingga diremehkan dan tidak dihiraukan, lalu timbul anggapan bahwa “aturan ada untuk dilanggar”. Sanksi yang lemah ini juga menjadi penyebab terulangnya berbagai kejahatan yang ada di masyarakat. Aturan harus dibuat dan dilaksanakan. Aturan jelas dan tegas, tidak ada toleransi terhadap segala bentuk pelanggaran.
Kamtibmas adalah tanggung jawab bersama, sinergi berbagai pihak dalam memberantasnya adalah sebuah keharusan. Jika semua mau bersatu, mau bekerja sama, saling mengingatkan dan tidak mementingkan diri sendiri tentu keamanan dan ketertiban masyarakat dapat dipelihara.

Comments

Popular posts from this blog

Your Link Exchange

Forum ICITY: Transformasi Cara Berkomunikasi & Berbagi Solusi

Seberapa Cepat Loading Blog Anda?