Kemana Pendidikan Karakter?

pendidikan karakter
Sang Pena - Opini - Salah satu jargon paling populer di dunia pendidikan saat ini adalah pendidikan karakter. Sebuah sistem pendidikan yang mengedepankan output manusia terdidik, bermoral mulia serta memiliki kepekaan terhadap keadaan sosial masyarakat di sekitarnya.
Belum sampai terwujud, rasa-rasanya jargon tersebut sudah patut dinilai salah. Malah salah kaprah. Ibarat kata jargon tersebut telah kalah sebelum perang. Pasalnya apa, ujian nasional baru saja berakhir tapi siswa telah meluapkan kegembiraannya dengan melakukan semacam “pemanasan” layaknya ketika pengumuman kelulusan sudah keluar.
Banyak media yang memberitakan tindakan “pemanasan” tersebut. Ada yang konvoi dengan kendaraan bermotor, ada yang melakukan aksi corat-coret seragam sekolah. Hingga ada yang tertangkap basah sedang melakukan tindakan tercela sebagai wujud syukur yang salah atas lepasnya diri dari jeratan Ujian Nasional. Beraneka tindakan tersebut sedikit banyak telah mengindikasikan adanya kebobrokan karakter pada diri siswa.
 Atas dasar kenyataan tersebut, patut rasanya kita untuk bertanya. Sudah berhasilkah pendidikan karakter yang telah menjadi jargon selama ini? Kemana larinya pendidikan karakter? Atau hanya semacam jargon yang dibesar-besarkan media? Tanpa ada bukti yang melekat pada siswa selepas tidak menjalani rutinitas sebagai pelajar di bangku sekolah.
Pertanyaan semacam ini harus dijawab dan diberi solusi agar kejadian yang sama tidak terulang lagi di masa mendatang. Selain tentu saja perlu adanya evaluasi yang lebih komprehensif terutama dari pengajar sebagai ujung tombak Dinas Pendidikan dalam merealisasikan suksesnya jargon “Pendidikan Karakter”.
Sebenarnya ada banyak tindakan yang lebih bermanfaat sebagai bentuk luapan syukur atas selesainya ujian ketimbang hura-hura. Misalnya, mengumpulkan sebagian uang saku dan seragam layak pakai untuk kemudian disumbangkan kepada mereka yang lebih membutuhkan. Atau bakti sosial di Panti Asuhan, yayasan non profit, dan lain sebagainya.
Terkhusus kepada para pengajar yang mendedikasikan hidupnya untuk pendidikan. Ingat, membangun pendidikan adalah membangun bangsa. Jika mengajar hanya setengah hati, maka output yang dihasilkan hanya akan melahirkan generasi muda yang setengah-setengah. Jangan hanya unggulkan intelektual sedangkan moralnya merosot dan kepekaan sosialnya rendah. Ketiga hal tersebut harus mendapatkan porsi yang seimbang sehingga pendidikan mampu melahirkan sosok yang memiliki karakter; berilmu, bermoral, dan peka sosial.
Sekelumit tulisan ini bukan bentuk justifikasi bahwa Pendidikan Karakter adalah salah. Hanya semacam koreksi yang sifatnya mengingatkan dan evaluasi agar kinerja pihak yang terlibat dalam membangun pendidikan di bangsa ini bisa lebih baik. Membangun pendidikan karakter, adalah pondasi bangsa ini di masa mendatang. Sang Pena

Comments

  1. waww... postingan bagus, guru adalah kunci utama dari kesuksesan muridnya. makasih gan

    ReplyDelete
  2. @Catatan Google benar, guru adalah yang pertama dan terdepan di bangku sekolah :)

    ReplyDelete

Post a Comment

Silakan tinggalkan komentar, yang sopan ya :) | Semua komentar akan dimoderasi.

Hendak diskusi dengan penulis, silakan via email di pena_sastra@yahoo.com. Terima kasih

Popular posts from this blog

Your Link Exchange

Forum ICITY: Transformasi Cara Berkomunikasi & Berbagi Solusi

Seberapa Cepat Loading Blog Anda?