Cerpen : Lily Verhoeven

Sang Pena - Cerpen - Lily Verhoeven - Oleh : Candra Dewi Dian Puspitasari*
lily verhoeven
(Tulisan ini dimuat harian SINDO 17 Juni 2012)
Rumah keluarga Verhoeven yang terbiasa sunyi kedatangan tamu, Miriam, perempuan Belanda totok dengan gaun biru menjuntai hampir menyentuh lantai. Langkah dan pandangannya terhenti pada lukisan yang amat menawan.

“Ahai… siapa empunya wajah cantik dalam lukisan itu?”tanya Miriam ketika melihat lukisan gadis bergaun putih panjang dengan rambut panjang hitam terurai yang dipajang di ruang tamu keluarga Verhoeven. “Lily, adik perempuanku,” jawab Geert Verhoeven. “Tapi aku tak pernah melihatnya di rumah ini, lagi pula wajahnya berbeda dengan engkau.” “Kami lain ibu dan ia baru didatangkan kemari sebulan ini dari kampungnya.“ “Oh…. sudah lama aku tak mengunjungi rumah ini, rupanya telah ada perubahan yang tak kuketahui,teman.”

Miriam mengerti tanpa harus dijelaskan oleh Geert,teman sekolahnya semasa di HBS itu. Rupanya Lily seorang anak Indo yang diakui oleh ayahnya, terlahir dari rahim seorang wanita Jawa,seperti yang sering terjadi dalam pergaulan yang aneh antara tuan Belanda dan perempuan pribumi. Pandangan Miriam terhadap lukisan itu lantas berubah, dari mengagumi menjadi agak merendahkan.Geert tahu itu namun ia tidak peduli. “Anak perempuan Nyai belaka rupanya,”gumam Miriam.

Lily tiba-tiba muncul dari ruang tengah, selalu canggung saat rumahnya kedatangan tamu.Apalagi, kini tamunya seorang gadis Belanda totok yang mau tak mau harus ia hormati sebagai manusia kelas satu. Geert, sang kakak laki-laki, juga tak ingin memperkenalkan Miriam kepada adik tirinya. Lily merasa ia berada di waktu dan tempat yang salah, dan harusnya ia sedang berada di kampungnya di Salatiga dalam keadaan damai.

Namun, rasanya tak mungkin baginya untuk kembali ke sana sesudah ibunya meninggal. Hari itu Tuan Verhoeven, ayah Geert dan Lily,menerima perintah untuk bertolak dari Semarang menuju Malang untukurusan pengembangan kota. Hati Lily langsung tersentak kaget, seolah tak merelakan kepergian ayahnya.Baginya,ayahnya adalah satu-satunya orang yang dapat ia ajak bicara, yang tidak memperlakukannya bagai patung tak bernyawa seperti perlakuan Geert selama ini. “Geert, jaga adikmu baikbaik,” pesan Tuan Verhoeven sebelum masuk ke dalam mobil Daimler-nya bersama supir.

“Ya Papa.” “Tot zien!” seru Tn Verhoeven sambil melambaikan tangan pada Lily dan Geert saat mobil bergerak meninggalkan rumah. Setelah itu Geert dan Lily masuk rumah, berjalan berjauh-jauhan seperti tak saling kenal. Pagi menjadi lebih hening dari biasanya.Suasana sarapan pagi ibarat suasana kuburan, tak ada canda tawa Tn.Verhoeven. Makanan lezat yang terhidang menjadi tak menarik, dan celakanya pagi itu adalah hari Minggu yang cerah,ketika Lily tak dapat melarikan diri dengan berangkat sekolah di HBS.

“Aku tahu, kau tak suka memiliki aku sebagai adik.Tapi aku harap kita bisa saling bicara mulai saat ini,”kata Lily. “Menurutmu,apa yang bisa kubicarakan denganmu?” tanya Geert dingin. “Paling tidak,kalau kau tak menyukaiku,katakan apa yang bisa kulakukan agar aku dapat kau terima sebagai adik.” “Tak ada yang perlu kau lakukan, karena kau tak akan pernah bisa mengubahk enyataan bahwa kau adalah anak tak sah Papaku.” “Tapi papa sudah secara hukum mengakuiku sebagai anaknya, aku memiliki surat pengakuan itu!” “Persetan dengan surat itu!”bentak Geert.

Hati Lily tertusuk mendengar ucapan kakak lakilakinya sehingga matanya berkaca- kaca dan dia pun menangis di hadapan Geert.Gadis itu memutuskan untuk meninggalkan meja makan dan berjalan menuju tempat peristirahatannya setelah naik ke lantai atas dengan terburu-buru. Lily tak mengira Geert menyusulnya. Pintu kamarnya dalam keadaan setengah terbuka, sehingga kakak laki-lakinya bisa masuk dan mendekapnya dari belakang.

“Maafkan aku,”ujar Geert. Perasaan Lily kalang kabut dan ia mulai berontak dari pelukan kakaknya.Namun makin ia berusaha melepaskan diri, makin erat pula pelukan Geert. “Lepaskan aku!”teriak Lily. Para pembantu di rumah mendengar teriakan Lily. Namun, mereka segera menghentikan langkah di ambang pintu kamar gadis itu, lalu menarik diri saat Geert memerintahkan mereka untuk pergi, kalau tidak mereka akan dipecat jika tak patuh.

“Aku sudah tak tahan lagi, aku amat mencintaimu, aku tak tahu bagaimana caranya menyembunyikan perasaan ini lebih lama lagi!”kata Geert. “Tapi kita bersaudara, tak mungkin bersatu, kau orang berpendidikan yang seharusnya tahu itu!” “Yang kupelajari itu dapat kumasukkan dalam pikiran tapi tak dapat kupaksakan masuk dalam hati.” “Bukankah yang membedakan manusia dan binatang adalah akalnya?”

“Bagaimana aku bisa hidup dalam tali persaudaraan denganmu jika setiap kali melihat wajahmu, hasrat untuk memilikimulah yang muncul? Selama ini aku diam, berusaha membentengimu dari hal-hal buruk yang mungkin kulakukan terhadapmu,tapi dapatkah kau bayangkan betapa sulitnya aku bertahan melalui semua itu? Dan semakin menyakitkan saat apa yang kulakukan, itu malah menyakitimu!”

“Kalau begitu, aku akan minta papa agar mengembalikan aku ke kampung tempat asalku,agar kita tak lagi saling bertemu!” “Aku tak bisa hidup tanpa melihatmu lagi, Ik houdt jij,” kata Geert, matanya berkacakaca. “Kau sudah janji pada papa untuk menjagaku baik-baik...” suara Lily melemah. “Diamlah! Aku lebih suka kau diam seperti biasanya dibanding kau berbicara atau berteriak!”Tukas Geert.

Putus sudah harapan Lily untuk melawan segala tindakan naluriah Geert terhadap dirinya, tak mampu melawan saat kakak tirinya mengambil keperawanannya, mahkotanya yang paling berharga, karena begitu kuatnya Geert mengunci seluruh gerakan perlawanannya. Dan saat semuanya berakhir, ia bagaikan seonggok boneka porselen tak bernyawa. Kecantikannya masih melekat, tapi cahaya pada kedua bola mata birunya tampak redup. Semenjak peristiwa itu,Lily tak pernah lagi berbicara.

Dia dikeluarkan dari sekolah karena dinilai sudah tak mampu berpikir, dan selanjutnya tak pernah lagi keluar rumah. Geert mendandani adik perempuannya sedemikian rupa ibarat boneka.Ia belikan gaungaun terindah yang ia dapatkan di kota,perhiasan,make up terbaik. Ia hiasi rambut Lily yang hitam panjang dengan hiasan rambut yang cantik dan pita satin. “Bonekaku sayang, yang paling cantik…” kata Geert setelah memasangkan kalung mutiara pada leher adiknya.

Lily tersenyum dan Geert sangat menyukai wajah Lily saat tersenyum seperti itu. Ia baringkan Lily di atas tempat tidur dan ikut berbaring di sebelahnya sambil menatap mata Lily lekat-lekat. “Sayang,kita berhasil mengubah kenyataan hidup.Kini kita bukan lagi kakak adik, tapi sepasang kekasih yang tak akan pernah terpisahkan. Surat pengakuan dari ayah sudah kuhancurkan, tak ada bukti yang menjelaskan hubungan darah di antara kita. Dan kalau kau bisa menyimpan rahasia ini, maka kita akan hidup bahagia selamanya,”bisik Geert. ***

Rencana itu disusun Geert dengan matang,tepat tiga hari sebelum Tn.Verhoeven pulang dari Malang setelah menyelesaikan tugas dari pemerintah Hindia Belanda.Koper-koper berisi barang yang dibutuhkan selama perjalanan telah siap, termasuk sejumlah uang dan perhiasan yang tersimpan dalam brankas Tn.Verhoeven. Mereka akan mengarungi samudra menuju Nederland dengan kapal laut dalam waktu enam minggu. Geert tahu satu tempat yang indah di Utrecht, tepatnya di Desa Bilthoven.

Dia berencana menghabiskan sisa hidupnya bersama Lily di sana. Pelayaran telah berlangsung selama dua minggu, dan para penumpang dalam kapal merasa heran tiap kali melihat Lily dan Geert. Lily tak pernah berbicara sepatah kata pun, sedangkan Geert sibuk melayani segala kebutuhannya dengan penuh kasih sayang. Sebagian orang merasa seharusnya Geert dapat bersanding dengan gadis yang lebih normal, yang dapat melayaninya seperti yang diinginkan tiap laki-laki dari perempuan.

Malam itu laut tampak begitu tenang.Sinar bulan menerangi anjungan tempat Lily berdiri memandang laut yang seolah tak bertepi. Ia memandang gemericik air yang beradu dengan kapal dengan menjulurkan lehernya ke bawah. Geert menyadari bahwa Lily sudah tak ada di sisinya.Ia mencari wanita yang dicintainya itu di setiap sudut kapal. Geert akhirnya menemukan Lily di anjungan, sedang menjulurkan lehernya ke bawah untuk melihat gemericik air.

“Oh sayang, apa yang kau lakukan di sana?” Lily hanya tersenyum menanggapi pertanyaan Geert yang penuh kekhawatiran. Gadis itu malah memanjat ke atas hingga keluar anjungan dan berusaha melihat gemericik air lebih dekat lagi. Geert menyusulnya dengan ikut memanjat dan mengulurkan tangan agar Lily menyambut. “Raih tanganku, ayo kembali ke kabin!” Lily tak menanggapi perintah Geert, ia semakin mencondongkan tubuhnya untuk melihat laut di bawah.

Geert berusaha naik lebih tinggi menyusul Lily.Namun pada saat terakhir, ia kehilangan keseimbangan dan tergelincir,meluncur jatuh ke hamparan laut yang mahaluas. Saat terjatuh, sorot mata Geert tampak begitu menyedihkan,menatap Lily. Lily tak pernah melupakan saat-saat perpisahannya dengan Geert, dan gadis itu bersikap dingin seolah tak terjadi apa-apa. Ketika tubuh Geert menampar laut dengan kerasnya, sadarlah ia, kematian tak dapat ditolak, harapannya untuk terus hidup bersama wanita impiannya tak pernah terwujud.

Namun,tak sedetik pun ia dibiarkan menangisi nasib. Seluruh tubuhnya telanjur diisap lautan dalam suasana malam nan pekat. Saat itu suasana kapal begitu hening, awak dan penumpang memilih tetap berada di dalam kapal karena udara yang dingin dan tidak baik untuk kesehatan,lagi pula jam masih menunjuk pukul 02.15. Di kemudian hari,tak seorang pun membahas kematian Geert pada dini hari yang tenang itu.

“Aku hanya ingin melihat air laut, Geert,” kata Lily dengan air muka datar,kemudian ia turun dari anjungan dan berjalan menuju kabin. Orang-orang yang semula memandang heran terhadap Lily dan Geert,kini menjadi semakin heran karena mereka tak pernah lagi melihat pasangan itu bersama-sama. “Ke mana laki-laki yang biasa bersamamu?” tanya seorang wanita tua saat dudukduduk bersama Lily memandang laut pada pagi hari. “Kami sudah berpisah, dia meninggalkan saya sendirian,” kata Lily.

“Menurut pengalamanku, laki-laki kalau sudah bosan kepada perempuan, biasanya akan memutuskannya secara sepihak,” kata si wanita tua sambil mencibir,dalam kepalanya terbuka kembali kenangan ditinggal kekasih puluhan tahun silam. “Ia juga tak menyebutkan alasan kepergiannya,”sambung Lily. “Oh,kau sangat cantik Non, seelok boneka porselen. Aku yakin kau akan segera memperoleh pengganti. Pria yang lebih baik dan terhormat,”ujar wanita tua itu sambil menepuknepuk pundak Lily.

“Terima kasih, Mevrouw,” jawab Lily,kemudian si wanita tua buru-buru pamit karena tak tahan dengan angin laut. “Sendiri saja Non, boleh aku temani?”kata seorang pria dalam setelan putih, rambutnya yang keemasan berkibarkibar tertiup angin,wajah putihnya tersorot sinar mentari pagi yang hangat, sedangkan bola matanya kecokelatan. Ia memberanikan diri menyapa Lily yang dilihatnya sedang sendirian.

Mereka terlibat pembicaraan yang hangat dan mengasyikkan, sesuatu yang tak pernah dilakukan Lily dengan Geert. Dan dari pertemuan pertama itu,mereka merasakan sesuatu yang tak lazim dalam hati masing-masing. Bagi Pieter, pria Indo yang juga importir gula dan rempahrempah, sesuatu itu dinamakan cinta, sedangkan bagi Lily Verhoeven, seorang wanita yang pernah dirampas kebahagiaannya, sesuatu itu berarti awal lembar kehidupan baru,walaupun ia dapat memilih jalan hidup lain dengan menggunakan harta peninggalan Geert yang tersimpan rapi dan penuh dalam salah satu koper bawaannya.

Keterangan: Tot zien: Selamat tinggal. Ik houdt jij : aku cinta kau. 
* CANDRA DEWI DIAN PUSPITASARI, lahir di Semarang, 23 September 1984. Saat ini bekerja sebagai tim promosi PT Bali Taru Utama dan anggota Oude Stad Art and Cultire Semarang (OASE), komunitas pencinta sejarah di kota lama Semarang. Karyanya dimuat di berbagai media massa  

Comments

Post a Comment

Silakan tinggalkan komentar, yang sopan ya :) | Semua komentar akan dimoderasi.

Hendak diskusi dengan penulis, silakan via email di pena_sastra@yahoo.com. Terima kasih

Popular posts from this blog

Your Link Exchange

Forum ICITY: Transformasi Cara Berkomunikasi & Berbagi Solusi

Daftar 50 Promising University Indonesia