Habis Manis (Ramadan) Sepah Dibuang?

Sang Pena - Opini Okezone - Ramadan karim mubarak (mulia lagi penuh keberkahan) baru saja berlalu. Demikian juga dengan hari raya Idul Fitri tahun 1433 hijriah. Kini, kita pun kembali ke rutinitas sehari-hari lazimnya seperti sebelum datangnya tamu agung itu sebulan yang lalu. Mereka yang berksempatan pulang kampung melepas rindu, kini sudah kembali ke tempat semula mereka berada untuk mencari segenggam asa.

Tuah Ramadan di Agustus


Bulan Ramadan yang bertepatan dengan bulan Agustus tahun ini memang istimewa, apalagi bila dikaitkan dengan kehidupan sebagai bangsa Indonesia. Mengapa begitu bertuahnya Ramadan pada bulan Agustus bagi Indonesia?  Karena hal itu melanjutkan tradisi-tradisi kemenangan yang begitu fenomenal dalam sejarah umat Islam seperti kemenangan pada peristiwa Badr Kubra yang disebut Yaumul furqaan, Fath Makkah, Fath Andalus (masuknya Islam ke Andalusia), dikalahkannya agresi Mongol oleh Saefuddin Qutuz, hingga proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, negara Muslim terbesar di dunia, dari penjajahan asing -baik Belanda maupun Jepang- yang dilaksanakan tanggal 9 Ramadan tahun 1364 H, bertepatan dengan tanggal 17 Agustus 1945.

Betapa kemerdekaan adalah karunia yang besar dan nikmat yang harus disyukuri. Bila kita memperhatikan nasib saudara-saudara kita kaum Muslimin di berbagai belahan dunia yang sampai hari ini masih harus berjuang dengan segala luka dan dukanya, seperti saudara-saudara kita di Palestina, di Kosovo dan lain-lainnya. Ada juga negara yang sudah lama merdeka, tetapi gagal  untuk mengisi dan menjaga kemerdekannya, karena konflik  destruktif berkepanjangan seperti Somalia dan Libya.

Kita sangat berharap bahwa kemerdekaan yang diyakini oleh para Founding Fathers negeri ini sebagai sesuatu yang terjadi atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa -sebagaimana tercantum dalam aliniea ke tiga Pembukaan UUD Republik Indonesia Tahun 1945- bila umat Islam dapat mengisi kemerdekaan dengan nilai-nilai yang diajarkan oleh Alquran dan disunnahkan oleh Rasulullah SAW. Tidak satu pun tindakan terorisme baik oleh masyarakat biasa dan atau Negara (state terrorism), korupsi, perusakan lingkungan, dekadensi moral, pengabaian kaum dhuafa yang dibenarkan oleh Alquran maupun Assunnah. Sebaliknya, nilai-nilai Alquran dan Asunnah menginternalisasikan nilai-nilai kebajikan seperti: mementingkan realisasi akhlakul karimah, silaturahim, peduli dengan sesama terutama para dhuafa dan masaakin serta para yatim, taat kepada ajaran Alquran dan Asunnah yang mengharamkan perilaku-perilaku negatif tersebut di atas, berorientasi untuk mewujudkan menusia yang aktif, produkitf dan konstruktif berbasiskan nilai-nilai takwa. Semua nilai-nilai itu sangat diperlukan dalam rangka menguatkan pilar-pilar kehidupan sebagai ummat dan bangsa yang merdeka, berdaulat dan beradab serta bermartabat.

Full Training
Bulan Ramadan juga telah mengajarkan tentang pembiasaan berbuat dan berperilaku baik. Satu bulan lamanya kita dilatih (full training) mengamalkan beragam sifat dan sikap positif, saat masih terus terjadinya  korupsi yang merefleksikan adanya ketidakjujuran dan kelemahan dalam penegakkan hukum. Dengan melaksanakan ibadah shiyam selama satu bulan Ramadan lalu, mengajarkan kepada kita bahwa ternyata keberanian serta ketegasan dalam  penegakan hukum di satu sisi dan melaksanakan syariat
Allah dan Sunnah Rasul-Nya di sisi lainnya bisa kita lakukan. Padahal, untuk melaksanakan ibadah shiyam dan qiyam itu, kita harus mengubah secara  revolusioner kebiasaan hidup. Sebelum Ramadan, siang hari kita menyantap makanan minuman dan malam hari kita beristirahat. Selama Ramadan, demi melaksanakan hukum Allah dan Rasul-Nya, telah berani, tegas dan jujur mengubah siang kita tidak untuk makan dan  minum, dan malam kita tidak untuk istirahat melainkan untuk beragam aktivitas seperti shalat tarawih, tadarus Alquran, Qiyamullail, sahur, dan seterusnya.

Satu bulan lamanya kita telah ditraining oleh Allah dan Rasul-Nya dengan melaksanakan  ibadah shiyam dan qiyam. Semoga kita lulus mengikuti training Allah dan Rasul-Nya tersebut, sehingga dengan demikian kita telah membiasakan diri untuk berbuat dan berlaku yang baik, yaitu bersifat dan berlaku jujur dan berani menegakkan hukum, bahkan berani untuk peduli pada dhuafa, fuaqaara dan masaakiin dengan dilaturahim, infak, zakat fitrah dan zakat mal (harta). Sebab, untuk bisa berbuat dan berlaku positif pun perlu pembiasaan seperti yang dulu pernah diingatkan oleh sahabat Rasulullah SAW, Abdullah bin Mas’ud RA: "Biasakannya berbuat baik, sebab untuk dapat kontinyu berbuat baik diperluka pembiasaan”.

Harapan Usai Ramadan

Bila sudah demikian, tentulah wajar umat Islam Indonesia akan kembali melakukan peran sejarah yang sangat penting untuk menyalurkan api harapan dan semangat mengisi kehidupan dan kemerdekaan agar merdeka dari kegelapan korupsi, ketidakpeduliaan, kemiskinan dan kezaliman-kezaliman yang lainnya, karena memang begitulah risalah hidup Muslim sebagaimana firmanNya, “Dia-lah (Allah) yang mengeluarkan mereka dari kegelapan menuju cahaya…” (Al-Baqarah: 257)

Sudah sangat semestinya bila ummat Islam pun mengupayakan dengan sungguh-sungguh agar beragam capaian keunggulan yang telah diinternalisasikan selama satu bulan Ramadan itu dapat terus dilanjutkan pada bulan-bulan sesudah Ramadan, agar apa yang dilakukan itu bisa menjadi modal besar dan dikembangkan. Selain itu, salah satu tujuan disyariatkannya ibadah puasa di bulan Ramadan yaitu untuk merealisasikan nilai-nilai takwa yang diungkapkan dengan ungkapan la’allakum tattaquun. Dalam kaidah bahasa Arab, ungkapan yang mempergunakan fiil mudhari, (kata kerja yang bersifat jamak untuk hari ini maupun yang akan datang) menunjukkan sesuatu yang bersifat inovatif dan berkelanjutan.

Sejak ayat pertama dari ayat Alquran yang diwahyukan kepada Muhammad SAW telah memberikan sebuah panduan kehidupan yang sangat gamblang dengan adanya keharusan untuk memahami dan mengisi kehidupan dengan  nilai-nilai yang islami. Cara pandang yang sekularistik sejak jadi awal telah dikoreksi oleh wahyu yang pertama kali diturunkan. Alquran tidak hanya memerintahkan untuk iqra saja atau bismi rabbika saja tanpa dikaitkan secara langsung satu dengan keduanya.

Bila keduanya dipisahkan, akan menghadirkan cara pandang dan perilaku kehidupan yang sekularistik dan akan menghadirkan anomali dalam kehidupan seperti melakukan puasa tapi perilakunya tetap korupsi dan lain-lain. Karenanya dalam konteks dan teks Alquran, perilaku tersebut bukan sekadar informatif, yang boleh diimani atau diingkari, tetapi bersifat imperatif, perintah, yang harus dilaksanakan, seperti kita melaksanakan salat, zakat dan puasa, karena adanya perintah untuk itu semua.

Hal ini penting untuk disegarkan kembali agar semua kita nyaman melanjutkan capaian-capaian positif ibadah selama satu bulan Ramadan pada bulan-bulan berikutnya. Karena sesungguhnya, Allah yang disembah selama bulan Ramadan itu juga Allah yang disembah dan mesti ditaati pada bulan-bulan sesudah Ramadan.

Pasca full training satu bulan lalu, tentunya diharapkan hadirnya satu masyarakat rabbani, yang selalu bisa merealisasikan aktifitas takwanya seusai Ramadan. Bukan sekadar masyarakat ramadhani yang hanya saleh pada Ramadan, tetapi kemudian salah selama 11 bulan karena hanya mencukupkan diri menjadi saleh selama Ramadan saja. Sementara, di luar Ramadan mereka membiarkan diri kembali dikalahkan oleh setan, sehingga jauh dari nilai-nilai rabbani. Ibarat pepatah lama, “habis manis (Ramadan) sepah dibuang”.

Ahmad Arif
Penulis adalah pendiri dan pemilik RUMAN (Rumoh Baca Aneuk Nanggroe) Banda aceh

Comments

Popular posts from this blog

Your Link Exchange

Forum ICITY: Transformasi Cara Berkomunikasi & Berbagi Solusi

Seberapa Cepat Loading Blog Anda?