"Jam Terbang" Pemimpin


Jam Terbang
Sang Pena - Pernah mendengar istilah jam terbang? Jam terbang biasanya lebih lekat kepada profesi seorang pilot. Yakni, seberapa lama seorang pilot pernah menerbangkan pesawatnya. Semakin lama menerbangkan pesawatnya, maka akan semakin bagus pula penilaiannya. Sebaliknya, jika seorang pilot masih minim jam terbang, biasanya penilaian dari publik akan berlainan dibanding pilot yang sudah memiliki jam terbang tinggi.

Beberapa perusahaan penerbangan bahkan mensyaratkan seorang pilot untuk memiliki jam terbang yang dipatok “sekian”. Dari regulasi inilah akhirnya lahir istilah pilot senior dan pilot junior. Tak mengherankan memang, mengingat sosok yang paling bertanggung jawab dalam setiap penerbangan adalah seorang pilot. Jadi, misal ada sebuah kecelakaan pesawat, maka pilotlah yang akan pertama kali diinvestigasi (jika masih selamat).

Tentang istilah jam terbang, beberapa waktu yang lalu, ketika ngobrol dengan seorang sopir bus saya menemukan penjelasan yang membuat bulu roma bergidik. Beliau (sopir bus tersebut), menyatakan bahwa prosesi wawancara untuk menjadi sopir bus terdapat pertanyaan “sudah berapa orang yang mati kamu tabrak di jalan raya?”. Jika jawabannya belum pernah, bisa dipastikan kandidat tersebut tidak lolos. Demikian pula sebaliknya. Jadi, tidak mengherankan jika sebagian bus di jalur pantura seperti sedang mengejar hantu saat membawa penumpang. 

Nah, kembali ke soal jam terbang. Seiring dengan  perkembangan zaman istilah jam terbang kini tidak lagi harus untuk profesi pilot. Istilah jam terbang bisa digunakan untuk sebutan berbagai bidang pekerjaan. Boleh digunakan untuk siapapun yang bekerja, siapapun yang menjadi pemimpin. Misal, Kepala Daerah yang berlatar belakang militer, aktif sejak muda di pemerintahan, cenderung akan dinilai memiliki “jam terbang”, dibandingkan Kepala Daerah yang non-Militer (pengusaha atau tokoh masyarakat.

Memang, dalam pandangan masyarakat awam, penting sekali untuk memiliki jam terbang tinggi. Namun, yang perlu dicatat, jam terbang tinggi saja tidak cukup. Apalagi jam terbang yang tinggi tersebut hanya terlahir dari rutinitas-formalitas. Tidak dibarengi dengan peningkatan kualitas yang signifikan. Kualitas signifikan dalam hal apa? Ya pribadi pimpinan tersebut, dan organisasi secara keseluruhan.

Seorang pemimpin ideal bagi sebuah organisasi, tentu diharapkan memiliki jam terbang yang tinggi. Sayangnya, kini kebanyakan pimpinan di organisasi kampus (ini karena saya masih di kampus – sebagai contoh saja) tidak memiliki jam terbang, terlahir prematur, merasa mampu, tapi kualitas personal masih terpendam – belum tampak buahnya. 

Jam terbang memang tidak terlalu penting, karena yang paling penting itu kemampuan, kesanggupan dalam memimpin dan memajukan. Namun, jika keduanya tidak punya, sepertinya harapan hanya harapan, kita ingin maju, tapi melupakan kualitas “pengemudi” dan kelayakan “kendaraan” itu sendiri. Kita ingin maju, tetapi tidak membawa bekal untuk maju. Bukankah sering sekali kita diperlihatkan “teladan” drama semacam ini dari beberapa bapak-bapak di pemerintahan?

Belajar dan lakukan, trial and trial, itulah cara paling baik untuk menambah jam terbang. Jangan banggakan rutinitas dan teori yang hanya dipahami tekstual itu. Segera laksanakan dan buktikan. Dan yang tak kalah penting, cobalah membuka telinga lebar-lebar, mendengar dari mereka yang sudah melakukan, itu lebih baik daripada harus mencoba semua kesalahan sendirian. 

Terakhir, Tsun Zu, salah satu pemikir hebat dalam bidang militer China mengatakan “Pemimpin itu memimpin dengan contoh, bukan dengan paksaan.” Perbaiki kualitas diri, perbaiki manajemen organisasi, jangan hanya merasa bisa, sering-seringlah untuk bisa merasa. 

Selamat pagi dan selamat menjadi pemimpin! :)

Semarang, dalam teduh dan hangatnya Sunrise | Musholla Roudlotus Sholihin

9 Nopember 2013 | Terinspirasi Jam Terbang @JamilAzzaini

Comments

Popular posts from this blog

Your Link Exchange

Forum ICITY: Transformasi Cara Berkomunikasi & Berbagi Solusi

Daftar 50 Promising University Indonesia