Mengapa [Harus] Menulis??


Mengapa Menulis, Sang Pena
rustyhoadblog.com
Sang Pena - “Mengapa menulis, mas?” Seorang teman bertanya kepada saya. Eskpresinya seperti hakim garis yang hendak mengadili pemain offside, baginya, menulis, yang setiap hari saya lakukan, adalah sesuatu yang kurang tepat. Buang-buang waktu katanya. Percuma katanya. Lha iya, wong ndak di bayar, trus buat apa kamu nulis gitu?. Ingin rasanya ku lempar netbook di meja ini ke mukanya :D *meskipun hanya dalam khayalan.

Sampai detik ini, sayapun masih bertanya “Kenapa saya terus menulis?” “Kenapa saya kecanduan menulis?”, untuk apa?

Saya melihat, berjumpa, bercakap dengan ribuan orang selama kurun waktu 22 tahun saya hidup. Dalam percakapan tersebut, saya menemukan kenyataan bahwa saya belum bisa sepenuhnya memahami mereka. Kenapa mereka bisa menangis, kenapa mereka tertawa, dan macam ekspresi yang lain.

Tidak memahami bukan berarti tidak menghargai lho, mungkin ini memang bawaan dari kecil. Masa SD dan SMP dulu, saya memang tergolong pendiam. Kebingungan untuk sekedar memulai percakapan ringan, hanya sebagian kecil orang saja yang benar-benar mengerti. Sampai akhirnya kenal berorganisasi (OSIS/IPM) di SMK, yang menjadi titik ledak perubahan hingga detik tulisan ini dibuat. 

Sejak kecil saya termasuk orang yang “rakus” membaca, SD misalnya, jangan pernah berusaha mencari saya di kantin, karena memang tidak ada kantin. Saya lebih banyak menyendiri di perpustakaan, sekedar membaca cerita “Timun Mas”, “Si Kancil” atau beberapa buku RPUL (Rangkuman Pengetahuan Umum Lengkap). Ini mungkin yang menjadi landasan awal kenapa saya menulis, karena saya merasa mengetahui sesuatu hal yang lebih banyak :) daripada orang kebanyakan. Saya membaca, karena itu saya menulis.

Selepas masa SD, saya sudah biasa menulis, sekedar bikin coretan, atau mimpi-mimpi yang ditempel sekenanya di dinding gelam. Sampai akhirnya, berjumpalah saya dengan mata pelajaran bahasa Indonesia yang saat itu membahas tentang Buku Harian. Nah, di titik inilah saya mulai rajin “curhat” dengan buku harian. Saya masih ingat, di buku kecil itu tercantum impian-impian besar saya; kuliah, mandiri, berprestasi, dan banyak hal lain. 

Satu hal yang saya catat sebagai pelajaran penting dari buku harian itu adalah, saya berproses dari hal-hal yang saya pahami, hal-hal kecil, sederhana dan tidak penting yang saya tuliskan, itulah yang menjadi nilai penting ketika saya dewasa. Ketika saya paham saat ini, bahwa apa yang saya tulis dulu, adalah kerangka dasar kenapa saya suka menulis. 

Jujur saja, isinya buku harian lapuk itu tak lebih dari curhatnya seorang remaja labil – saya kala itu. Ada satu hal yang paling membuat saya geli, adalah tulisan tentang saya, yang saat itu jatuh hati kepada seorang kawan (kisah yang tidak pernah terungkap sampai detik ini), dan lain sebagainya, ada banyak :)

Menulis, bagi saya adalah nafas. Tidak semata hobi, ini serasa seperti kebutuhan batin yang harus dituruti pemenuhannya. Sekalipun yang saya tulis tidak penting-penting amat. Menulis itu, bagi saya seperti Buang Air Besar, saya tidak bisa menahannya berlama-lama. Reflek otomatis yang berlangsung berulang-ulang, seperti proses pencernaan dan pernafasan. Itulah menulis – bagi saya pribadi tentu saja.

Saya menuliskan apa saja. Cerita harian, pemikiran, desain, opini, puisi, cerpen, dan apapun. Saya menulis untuk memahami orang lain, termasuk memahami diri sendiri. Saya menulis, untuk dibaca dan sejenak masuk melalui kata-kata kepada hati mereka, yang paling dalam. Untuk sejenak membuat mereka melihat dengan cara saya melihat, lewat kata-kata yang saya tulis. 

Saya menulis, untuk memahami apa yang belum terjadi, sesuatu yang jauh di depan. Saya menulis untuk merasakan sesuatu yang belum pernah saya rasakan. Pernah saya berpetualang jauh, di bumi para nabi, hanya lewat tulisan, yang SERASA NYATA! Pernah merasa tegang dan terpacu adrenalin saya, hanya karena tulisan. Ketika tulisan saya letakkan, dan melihat sekitar, saya baru sadar, bahwa tulisan tersebut telah melemparkan saya di lorong waktu yang jauh sekali. Dahsyat!

Saya menulis untuk berubah, berubah yang lebih baik. Dan saya menulis untuk perubahan di masa depan, lewat apa yang saya tulis hari ini. Semoga zaman akan mengabadikan dan sejarah kan mengenang. Kitalah pemenang! :)

Ketika jiwa raga terbelenggu, pikiranku bebas untuk berburu. Mengunjungi negeri-negeri jauh. Mengangkat pedang disamping para Raja, berunding satu meja dengan pembesar Persia, menunggangi kuda di padang Sahara, membelah rimba Madagaskar, dan seraya memandangi penuh syukur Kontantinopel, dalam megahnya Hagia Sofia.

Semuanya, dalam kepala, tertulis indah di sana :)


Nuun, Wal Qolami wamaa yashturuun
Di tulis di Semarang
6 Nopember 2013 | Bacalah di segala penjuru bumi, dalam kesyukuran :)


Comments

Post a Comment

Silakan tinggalkan komentar, yang sopan ya :) | Semua komentar akan dimoderasi.

Hendak diskusi dengan penulis, silakan via email di pena_sastra@yahoo.com. Terima kasih

Popular posts from this blog

Your Link Exchange

Forum ICITY: Transformasi Cara Berkomunikasi & Berbagi Solusi

Daftar 50 Promising University Indonesia