Potret Keluarga Masa Kini dan Teknologi


Keluarga Islam, Sang Pena
www.muslimmarriageguide.com
Sang Pena - Sore itu, jam pulang kantor. Sebuah mobil tampak memasuki sebuah garasi rumah, perlahan dan halus. Di dalamnya ada lelaki paruh baya, setelah parkir mobil ia tidak langsung turun. Diambilnya smartphone kesayangan, lalu diupdatelah status “akhirnya sampai rumah, badan capek. Gila! Macet apa antrian sembako tadi -_- | mmm, istriku masak apa ya? :)” post!

Di dalam rumah, si istri yang baru saja selesai bersih-bersih dan mempersiapkan segala keperluan makan malam, mendengar suara mobil suaminya. Tak mau kalah, diambilnya blekberi kesayangan, lalu update status “nah! Misuaku pulang, akhirnya :) makanan kesukaan papah sudah siaapp :*” post!

Di dalam kamar, anaknya yang paling besar, baru saja pulang bimbel diantar pembantu. Diambilnya gadget kesayangan, tidak ketinggalan update status juga! “Habis bimbel, waktunya refreshing! Nge-game bray! :D” post!

=||=
Bisa kita tebak, bagaimana kelanjutan kisah keluarga kecil tersebut. Keluarga yang tercukupi secara materi tersebut, nyatanya “miskin” dalam membangun kehangatan keluarga. Keluarga yang mampu secara ekonomi tersebut, malah melupakan esensi paling penting membangun keluarga, yakni komunikasi.

Tidak ada kehangatan yang terbangun, karena masing-masing disibukkan dengan apa yang digenggam. Jangankan sentuhan, candaan rasanya masih terlalu berat untuk sekedar dibiasakan. Mungkin mereka memang hidup satu rumah, satu atap. Namun, kenyataanya? Mereka punya “kehidupan” sendiri, “teman” sendiri, di dalam dunia yang mereka ciptakan sendiri.

Teknologi, hakikatnya diciptakan untuk memudahkan manusia dalam berkomunikasi dan menjalin relasi. Bukan malah acuh terhadap sekitar. Bukan malah tak peduli terhadap darah daging sendiri, perkembangannya, masa depannya, penting sekali untuk diperhatikan.

Mungkin ada benarnya bila teknologi menjadikan dunia ini tak lagi berbatas, serba digital, tapi faktanya, teknologi menjadikan kita memiliki batas terhadap dunia kita yang “nyata”, dunia yang sebenarnya. Dunia yang sebenarnya diciptakan agar kita menjadi makhluk sosial, bukan makhluk sosial media!

Gambaran keluarga tersebut mungkin bukan kita yang mengalaminya, mungkin hanya beberapa yang mengalami. Namun kenyataannya gambaran tersebut nyata terjadi, bukankah itu sangat disayangkan?

Sebuah keluarga yang tanpa kedekatan emosional. Tidak ada manja dan gelak tawa. Semua berjalan kaku dan HANYA terlampiaskan lewat sosial media. Alangkah ruginya mereka yang hidupnya seperti itu :)

Sekarang saatnya berbenah, tidak ada kata terlambat untuk sebuah perubahan. Selama kita mau, kita pasti mampu. Untuk saudaraku yang sudah berkeluarga, alangkah bahagianya jika hidup penuh manja dan mesra. Untuk yang belum berkeluarga, mari belajar untuk hidup ber-sosial, berlatih menjadi pribadi yang hangat untuk suami atau istri kita kelak, kita siapkan rasa bahagia yang nyata itu dari sekarang! :)

Sekedar mengingatkan, bekerja itu memang kualitas, kita butuh tunjangan teknologi untuk mencapainya. Tapi keluarga butuh kuantitas, butuh kasih sayang, kelembutan dan kebersamaan. Hanya dengan kuantitas, kualitas terbaik dalam keluarga dapat tercapai. 

Terakhir, teknologi boleh kita pakai selama penggunaannya tidak menjadikan kita lena dan lupa dunia. Hadirnya yang memang menawarkan dua sisi, harus kita pilih yang bagian positif. Kebahagiaan yang hakiki tidak pernah bisa diwujudkan oleh teknologi, kebahagiaan sebenarnya hanya bisa diraih dengan tindakan nyata. Letakkan teknologi sejenak, sapa dan peluklah keluargamu erat-erat. Mereka adalah permata tak ternilai harganya.

Salam bahagia! :)

Ditulis di Semarang, 7 Nopember 2013
Menjelang adzan asar :)

Comments

Popular posts from this blog

Your Link Exchange

Forum ICITY: Transformasi Cara Berkomunikasi & Berbagi Solusi

Seberapa Cepat Loading Blog Anda?