Siapakah Gerangan Pahlawan Itu?
Sang Pena - Sebelum menulis lebih jauh, saya pribadi mengucapkan, dari
hati yang paling dalam, selamat hari pahlawan untuk negaraku, Indonesia. Sebuah
negara besar, katanya. Sebuah tanah surga, katanya. Sebuah negeri yang
menjunjung toleransi dan kebersamaan, katanya. Namun faktanya? Silakan direnungkan
sendiri :) Anda pasti lebih tahu.
Pahlawan, tahukah anda kalau kata ini sebenarnya berasal
dari bahasa Sansekerta? yakni phala
dan wan. Phala dalam bahasa
Sansekerta bisa diartikan sebagai buah. Sehingga pahlawan secara bahasa, adalah
orang yang menghasilkan buah bagi bangsa, negara atau agamanya. Secara istilah,
negara kita telah sepakat bahwa pahlawan adalah mereka yang dulu mengorbankan
jiwa raganya untuk melawan penjajah dan meraih kemerdekaan Indonesia.
Jika pernah sekolah dan menerima materi IPS, pasti kita
tidak asing dengan nama-nama ini; PB. Jendral Soedirman, Pattimura, Teuku Umar,
Tuanku Imam Bonjol, Pengeran Diponegoro dan lain-lain. Mereka adalah pahlawan,
yang sesuai dengan konteks makna pahlawan secara umum. Mereka adalah para
pejuang yang gugur dalam usaha meraih kemerdekaan.
Namun, sejalan perkembangan zaman, kini makna pahlawan sudah
berbeda dengan ulasan di atas. Perluasan makna dari kata pahlawan telah –
sedang terjadi. Pahlawan tidak melulu harus mereka yang mengangkat bambu runcing, pun tidak harus mereka yang namanya
diabadikan sebagai nama ruas jalan protokol. Misalnya guru, kita sejak Sekolah
Dasar sudah diperkenalkan dengan istilah Pahlawan Tanpa Tanda Jasa, tentang mereka,
guru kita. Mereka pahlawan yang benar berjasa besar bagi kehidupan kita hari
ini.
Sebenarnya kita berhak saja mendefinisikan dan mengangkat pahlawan, asalkan di hati kita masing-masing. Misal saya pribadi, sosok pahlawan itu tentulah ibu, single parent yang berjuang luar biasa untuk menghidupi kami, keempat anaknya. Hingga keempat-empatnya besar dan mandiri. Tapi lain orang bisa beda lagi, dan memang begitulah cara bekerjanya hak untuk melahirkan opini pribadi. Pahlawan anda, terserah, itu urusan anda untuk memilihnya.
Soe Hok Gie, misalnya, salah satu aktivis mahasiswa UI di
Era Soeharto yang tewas dalam pendakian di gunung Semeru ini menyatakan, “Dan
seorang pahlawan adalah seorang yang mengundurkan diri untuk dilupakan seperti
kita melupakan yang mati untuk revolusi”. Lagi-lagi, terserah anda untuk
menyerap kalimat Soe Hok Gie tersebut.
Secara sederhana saya mencoba menafsirkan pahlawan dari sudut
pandang yang lain. Cobalah sekali ini saja untuk menutup mata sejenak. Untuk tidak
memahami pahlawan dari tindakan heroiknya yang besar. Marilah kita melihat
beberapa sudut kecil yang jarang diekspose dan sering kali terlupakan. Sudut yang
dianggap remeh temeh, tapi memiliki nilai kepahlawanan yang besar.
Saya trenyuh, dengan
ibu-ibu tua, yang bungkuk dan renta, namun hingga detik ini masih menjajakan makanan
ringan di emperan pasar Wado, di Blora sana. Setiap pagi beliau berangkat,
terseok-seok, beban yang begitu berat diikatkan ke punggung, pulang sudah
hampir malam, dan hasil jualan itu hanya cukup untuk makan sekadarnya.
Saya bangga dengan seorang anak muda – beberapa tahun lebih
muda dari saya. Yang memilih putus sekolah dan bekerja, memilih mengambil alih
posisi orang tua untuk menafkahi dan membiayai biaya hidup keluarganya. Demi
sekolah dan masa depan adik-adiknya, dia lepaskan mimpinya untuk sekolah
tinggi. Dia hanya berdoa agar mimpi besarnya dihinggapkan dalam kehidupan
adik-adiknya di masa depan.
Dan masih banyak lagi yang lain, tak akan habis jika kita
mengupas sosok-sosok yang menginspirasi tersebut. Mereka adalah pahlawan bagi
kehidupan mereka sendiri, dan kita diajari untuk bersyukur atas kehidupan kita,
yang kita miliki, yang kita jalani hari ini, bercermin dari apa yang kita lihat
dari mereka.
Jejak-jejak pahlawan mungkin hanya bisa kita temui di nisan
dan nama ruas jalan. Namun, nilai kepahlawanan dan perjuangan dapat kita jumpai
di hampir setiap jengkal kehidupan. Anak kecil penjual koran, penjual asongan,
yang menggendong adiknya sambil berteduh di kepulan asap traffic light, nenek renta yang masih setia berjualan. Sungguh, ingin sekali saya sematkan gelar
kepahlawanan bagi mereka.
Mereka, adalah pahlawan yang tidak menginginkan gelar dan
tanda jasa. Mereka, adalah pahlawan yang seharunya memperoleh perhatian dari
kita, kita sebagai manusia. Rasanya cukup berdosa, jika kita melihat
penderitaan mereka, namun tak tergerak hati dan tindakan untuk segera
mengubahnya.
Selamat pagi, dan selamat hari pahlawan! :)
Semarang, 10 Nopember
2013 | Dalam kesyukuran
Comments
Post a Comment
Silakan tinggalkan komentar, yang sopan ya :) | Semua komentar akan dimoderasi.
Hendak diskusi dengan penulis, silakan via email di pena_sastra@yahoo.com. Terima kasih