Jangan Meminta Lupa Akan Sejarah!
Sang Pena - Assalamu’alaikum. Selamat pagi, selamat malam, selamat
siang, selamat sore. Para pembaca blog Sang
Pena yang luar biasa mengagumkan, dibalik kesibukannya yang padat
masih menyempatkan membaca tulisan ini. Terima
kasih ya, sayang. :D
Adakah yang hari ini sudah lupa? Lupa menaruh sesuatu, sampai
melakukan sesuatu, misal lupa mencukur kumis, jadi mencukur alis, lupa kalau
harus masuk kantor, malah jalan-jalan ke puncak, lupa pakai sepatu, jadi kanan
semua atau kiri semua, sampai yang paling ekstrim, lupa nama istri :D.
Nah, mari kita sedikit berbincang tentang “lupa”. Tahukah
anda kalau manusia – termasuk saya dan anda – terlahir sebagai sarangnya lupa.
Entah karena apa, mungkin memang Tuhan menciptakan seperti itu.
Seiring berjalannya waktu, lebih-lebih karena faktor usia, daya
ingat kita akan sesuatu yang awalnya mendetil perlahan akan memudar, hilang
serupa gambar yang semakin buram, lalu menghilang. Itu semua sunnatullah, tanda bahwa sekuat apapun
manusia, pada akhirnya akan dihinggapi juga dengan yang namanya “lupa”.
Namun, bukan berarti kita harus begitu gampang melupakan,
lebih-lebih menjadi generasi pelupa. Jangan sampai kita menjadi lupa, bahwa
jalan raya diciptakan bukan untuk motor ugal-ugalan, masih ada hak untuk
pengguna jalan yang lain: anak sekolah, orang tua, penyeberang jalan. Jangan
sampai kita lupa untuk apa hidup, lebih-lebih hanya memikirkan hidup untuk
makan, padahal kita secukupnya makan untuk bertahan hidup.
Jangan sampai kita lupa bahwa hidup ini hanya sekali, lupa
bahwa setelah ini ada pertanggung jawaban lagi, lupa bahwa masih ada hari
pembalasan. Jangan sampai kita lupa bahwa bekerjalah untuk mencukupi kebutuhan
hidup, bukan memuaskan keinginan hidup, bekerjalah agar hidup, bukan hidup
untuk bekerja. Jangan sampai lupa bahwa hakikat uang adalah untuk membantu
meraih kebahagiaan, bukan sebaliknya, terlebih jangan sampai uang yang akhirnya
membunuh kebahagiaan. Kita benar-benar lupa.
Jangan pernah MELUPAKAN
sejarah, pesan Bung Karno. Apa itu sejarah? Apakah tentang zaman purbakala? Dinosaurus
yang sudah punah? Kerajaan Majapahit? Kisah heroik pahlawan melawan penjajahan?
Benar, semuanya boleh menjawab seperti itu. Namun, coba kita persempit: sejarah
adalah kemarin yang telah kita lewati, beberapa jam yang lalu sebelum anda
membaca tulisan ini, atau beberapa detik yang lalu saat anda membaca salam di
awal tulisan. Itu semua juga betul misal dikatakan sebagai sejarah.
Anda patah hati, itu sejarah. Anda terjengkang, tidak angin
tanpa hujan, itu sejarah. Anda salah mencukur kumis, itu sejarah yang tolol. Anda
salah memakai pakaian saat awal sekolah, itu sejarah. Atau, saat anda jatuh
cinta yang pertama, atau ditolak yang ke sekian ratus kali, itu semua sejarah.
Jujur kita akui, semua hal pada akhirnya akan menjadi sejarah, tanpa harus
masuk di pelajaran sejarah, jika tidak hari ini, maka kelak kita akan
mengenangnya sebagai sejarah.
Kita adalah sejarah atas kisah yang kita ukir sendiri. Manisnya
kisah itu, kita yang menentukan. Pahitnya jika memang harus ada, kita sendiri
yang pertama kali akan merasakan. Lalu, haruskah kita melupakan sejarah yang
pahit? Tidak, jangan pernah meminta Tuhan untuk menghapuskan ingatan (sejarah)
yang pahit itu.
Kenapa tidak kita coba melihat sejarah dengan persepsi yang
tidak menyakitkan? Kalau ada argumen “melupakan untuk memaafkan” tunggu dulu. Argumen
ini sudah tidak tepat, sudah tidak zamannya seperti ini. Ungkapan yang lebih
bijak sebenarnya seperti disampaikan Nelson Mandela “Kita harus memaafkan, tapi
jangan pernah melupakan”. Jika sedikit-sedikit langsung dilupakan, darimana kita
belajar?
Sejarah harus ada, kita yang membuat alurnya, kita yang
memainkan perannya, kita yang menyelesaikan kisahnya. Pahit hadapi, manis
nikmati. Kelak pada ujungnya kita akan menyadari bahwa sejarah yang telah kita
lalui tersebut akan membekas, baik dalam wujud pendewasaan berfikir ataupun
tindakan.
Ingat, selalu libatkan Dia dalam do’a kita, agar sejarah
yang kita ciptakan berlimpah keberkahan. Kita adalah sejarah, pencipta sejarah,
maka bagaimana mungkin kita tega “melupakan” sejarah? Jangan sampai ya.
Selamat istirahat :)
Semoga bahagia dan berlimpah keberkahan. Lewat tulisan, kita
akan saling mendoakan.
Ditulis di Rumah Bisnis
- 23:48 PM
4 Februari 2014 (10
tahun silam – 2004 – pertama kali facebook mengudara)
Penuh syukur dan senyuman
Comments
Post a Comment
Silakan tinggalkan komentar, yang sopan ya :) | Semua komentar akan dimoderasi.
Hendak diskusi dengan penulis, silakan via email di pena_sastra@yahoo.com. Terima kasih