Menulis Lagi, Kenapa Tidak?

sang pena, mulai menulis, mari menulis
Sang Pena - Halo! Selamat pagi pejuang perubahan? Apa kabar “dunia kepenulisan”? entah sudah berapa lama vakum dari “wilayah jajah” yang satu ini. Biasanya, rutin dalam satu bulan pasti menyempatkan membuat satu dua – bahkan lebih – opini, baik yang sekedar ringan hingga yang menyangkut permasalahan umum negara ini. 

Namun, akhir-akhir ini ghirah untuk menulis itu serasa tinggal abu. Tak lagi menyala seperti dulu, tak berpijar lagi seperti bara api yang dulu. Serasa ada yang salah ketika saya berhenti menulis, seperti ada yang kurang, ada kepuasan yang terenggut, ada kebahagiaan yang tercerabut dari akarnya.

***

Pembaca yang terhormat, beberapa jam yang lalu, saya menyempatkan membuka salah satu blog – langganan sebenarnya – yang dikelola oleh salah satu murid menulis saya. Proses kami belajar menulis ini sudah berlangsung sekitar dua tahun yang lalu, tepatnya di pertengahan tahun 2012.

Ada satu kata yang terlintas di pikiran ketika pertama kali saya membuka blog tersebut: malu, ya malu sejadi-jadinya. Bahkan saya merasa tidak pantas menjadi guru lagi saat membaca tulisan paling atas blog tersebut. Bukan tanpa alasan, tapi lebih karena betapa sedikitnya karya yang saya tulis belakangan ini, padahal dulu bisa demikian produktif. 

Dibandingkan dengan hasil dan produktifitas murid saya tersebut, saya tertinggal jauh, jauh sekali. Jika dulu saya disebut guru, kini sudah pantas kiranya jika julukan tersebut dipindah jabatan, saya murid dan dia guru. Hehe, ya, rasanya itu yang sekarang cukup pantas. 

***

Menyelami tulisan demi tulisan, saya seperti dicuci ulang, disadarkan ulang, betapa tanggung jawab saya untuk menulis sudah lama tertinggal jauh. Sudah terlalu lama ditinggalkan. Saya seperti dihinggapi penyakit awal yang dihinggapi penulis pemula; takut salah, takut memulai, hingga takut dibaca. 

Hingga mata saya tertuju pada sebuah kalimat di blog tersebut, di header blog tertulis “Menulis itu bukan bakat! Menulis itu lahir dari ketulusan hati kita untuk memulai…”. Dan terpaku, lagi-lagi seperti ada sebuah samsak tinju yang mampir ke wajah ini, saya harus disadarkan dengan kata-kata yang dulu sering saya ucapkan sendiri, di kepala ini.

Dan …

Akhirnya memulai lagi, mencoba penuh senyuman menyusun ulang beberapa pecahan puzzle ilmu untuk dituliskan. Bukan masalah bagus atau jeleknya tulisan. Jelek? Biar :D

MEMULAI, sebuah kata mujarab, yang ternyata memang menginspirasi jika kita benar-benar mau menyelami. Sungguh, apapun di dunia ini hanya akan tercapai jika kita MAU MEMULAI, jika tidak pernah mau? Jangan harap.

Selalu ada langkah pertama, sebelum mencapai langkah ke seribu, MARI MEMULAI! Yuk, menulis lagi :)

Semarang, 7 April 2014
Dalam indahnya pagi, penuh kesyukuran

Comments

Popular posts from this blog

Your Link Exchange

Forum ICITY: Transformasi Cara Berkomunikasi & Berbagi Solusi

Seberapa Cepat Loading Blog Anda?