Haruskah Kami Berdoa Agar terjadi Tsunami di Jakarta

Tsunami Jakarta
Sang Pena - Tuan yang terhormat sedianya kami adalah jelata yang mungkin enggan untuk kamu dengar pendapatnya, tapi mengatas namakan demokrasi yang anda gaungkan seyogyanya tolehkan muka dan lihat kami biacara.

Otak kami tidak sanggup jika harus berdebat karena bahasa anda tak dapat kami nalar, kalian adalah orang pintar yang menamakn diri kaum elit dalam birokrasi sedangakn kami hanya mengunakan sedikit logika saat perut lapar.

Kami bosan dengan carut marut negeri ini dan kami tak bisa menunggu hingga kita bertemu di alam baka dimana tangan dan kaki yang bicara. Tolong ingat ketika kami berbondong-bondong menuju sebuah tempat suara dengan membawa harapan, harapan yang datang saat kami mendapat janji manis sebuah masa depan bangsa. Betapa ikhlas 10 ribu kami relakan hanya untuk mendatangi sebuah pesta yang kau hasutkan dengan nama pesta rakyat, pesta demokrasi, 10 ribu yang sangat berharga yang kami dapatkan dari pekerjaan untuk terus bertahan hidup.

Sekarang untuk sekedar duduk dalam rapat anda malah tertidur, safarimu hanya untuk menyenangkan hati. Hukum yang tercipta tajam kebawah dan sangat tumpul keatas, jika dulu kalian berbaur dengan kami sekarang sahabatmu adalah mereka orang-orang hedonis dan saling menjilat untuk menebalkan rupiah bagi diri sendiri lalu menebalkan telinga saat mendengar caci maki dan teriakan rakyat.

Adakah kalian lihat kami begitu miskin di tanah yang subur? Hutan kami kemana? gunung emas kami untuk siapa?

Kami muak dengan semua ini, selalu mengatasnamakan rakyat untuk kepentingan pribadi dan kaum hoax lainya, Upeti yang kami serahkan seperti madu bagi kalian. Haruskah kami berdoa agar terjadi gempa dan tsunami di jakarta untuk menghentikan peradaban nista para pejabat dan wakil rakyat.

Semarang, 31 Juni 2014

Comments

Popular posts from this blog

Your Link Exchange

Forum ICITY: Transformasi Cara Berkomunikasi & Berbagi Solusi

Daftar 50 Promising University Indonesia