Editorial September 2014

Editorial September 2014
source: kardsunlimited.com
sangpena.com | Editorial September | Alhamdulillah, akhirnya template sangpena.com berubah lagi. Lebih responsif dan elegan plus profesional. Menurut saya sendiri tentu saja :D | Bulan September sudah berkurang separuh, atau berjalan separuh. Sekalipun harusnya editorial ini ditulis di awal bulan, bukan masalah, karena ini blog saya sendiri, dan saya berhak merdeka menulis apa saja.

September, tidak ada tema khusus yang diketengahkan, karena memang sedang masa transisi. Di satu sisi transisi kepemimpinan Indonesia yang terus dipoles oleh media. Dan di sisi lain, transisi tampilan dari blog ini yang lebih "familiar", tentu saja. Sehingga membutuhkan penyesuaian yang tidak sedikit, plus tambahan beberapa sub tulisan yang sebelumnya tidak pernah dibahas: gadget, review, dan entrepreneur yang lebih mendetail, jadi butuh lebih banyak fokus.

Berbicara soal september, saya pribadi sebenarnya akan lebih cenderung mengingat tragedi WTC. Kejadian tersebut melekatkan saya kepada dua hal: perang dan perdamaian. Hingga jelang berakhirnya tahun 2014, kita masih disuguhi sebuah kenyataan pahit, bahwa masih banyak pertumpahan darah di sana-sini. Israel - Palestine. Konflik Suriah. ISIS dan masih banyak sekali yang lain. Dan di Indonesia, konflik di Catatan Hutang Seorang Istri, sampai Ganteng-Ganteng Siluman turut menyedot perhatian dunia. Ah, repotnya.

Seram, kalau kita membayangkan hidup di tengah-tengah konflik. Tapi nyatanya kita masih nyaman saja di tengah-tengah gunungan zona nyaman. Kita meributkan ending sinetron, sampai debat kusir. Sedangkan di luar sana, bukan hanya suara yang keras, nyawa adalah harga yang harus dipertaruhkan untuk bertahan dari gempuran senjata otomatis.

Kematian adalah tragedi kemanusiaan yang amat pahit. Matinya seorang manusia adalah awal yang suram, hilangnya masa depan, hilangnya senyuman dan hilangnya sebuah harapan. Mungkin di koran atau berita media kita hanya melihat sebuah berita kematian dengan tanggapan datar, "oh, cuma sekian yang meninggal". Tapi sudahkah kita pernah berfikir seandainya kita berada dalam posisi mereka?

Perdamaian tidaklah semahal yang kita bayangkan. Sebenarnya perdamaian bukan tercipta dari seberapa canggihnya senjata negara adi daya. Perdamaian adalah sesuatu hal yang bisa dan harus dibuat, bukan dicari dengan peperangan. Kenapa saat ini perdamaian menghilang, karena senjata mencoba mencari damai dengan cara menguasai, bukan lewat toleransi. Bukankah indah jika kita bisa berdampingan, sekalipun berbeda, sekalipun tidak sama? Bersama memang TIDAK HARUS SAMA, hanya toleransi yang bisa menyatukannya.

September, alangkah damai, jika kita bersyukur dan terus berbagi, menebar toleransi :)

Semarang, 16 September 2014

Comments

Popular posts from this blog

Your Link Exchange

Forum ICITY: Transformasi Cara Berkomunikasi & Berbagi Solusi

Seberapa Cepat Loading Blog Anda?