Cintaku Bersemi di Muhammadiyah

Tulisan ini dikirim untuk diseleksi PP IPM dalam penerbitan buku "Menjadi Pejuang" jilid II

Sembah sujudku hanya untuk-Mu Ya Rabb,
Nabi junjunganku, Muhammad SAW, Sang Pencerah sepanjang zaman
Bapakku, bahagiakah engkau disana?, aku sangat rindu
Ibuku, ibu terbaik meskipun tak pernah mengenyam manisnya pendidikan sepertiku
Bapak Yuswanto, Insan yang ku teladani tindak tanduknya
Bapak Suparno, pengasuh panti terbaik sepanjang zaman
Wahyu Imam Santoso, jika aku api engkaulah asapnya, sahabat tak terganti
Nala Fauziah, tidak akan cukup terima kasih. Semoga Allah memberi yang terbaik untukmu

“Dan kepada semua nama yang tak mampu kusebutkan satu per satu, sungguh kalian semua akan hidup di sanubariku untuk dua waktu, hari ini dan selamanya. Aku ingin menyapa kalian, orang-orang yang berjasa dalam hidupku, karena tanpa kalian aku bukanlah aku yang kini. Aku hanya ingin, di hidupku yang hanya sekali ini, setidaknya aku pernah mengabadikan nama kalian bersamaku di sejarah yang ku tulis. Hingga jika aku tutup usia kelak, tulisan ini akan menjadi bukti bahwa aku ada dan pernah hidup bersama kalian”

Ini adalah tulisan keduaku. Di kisah sebelumnya pada buku “Menjadi Pejuang” edisi perdana, Alhamdulillah tulisanku yang kualitasnya tak seberapa bagus bisa ikut lolos dengan membawa judul Meraih Impian-Impian. Meskipun mungkin akan sedikit berbeda, aku harap di tulisan kali ini kisahnya mampu memberi semangat baru untuk teman-teman yang berjuang di Ikatan tercinta kita ini. Jangan pernah menyerah, karena perjuangan kita belum berakhir, dan tak pernah berakhir! Hingga tiba waktunya kita tersenyum kala mampu mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
“Nuun, demi pena dan segala yang dituliskannya” (QS Al Qalam : )
Masih terekam jelas euforia 1 Abad Muhammadiyah bulan Juli yang lalu. Musyawarah akbar terbesar dalam sejarah Muhammadiyah ini memiliki catatan tersendiri di benakku dan tentunya bagi warga Muhammadiyah. Muktamar Muhammadiyah yang ke 46, bersamaan dengan Muktamar IPM 17 dan Muktamar A’isyiyah 46 adalah sebuah kisah yang tidak akan habis diceritakan, dan menjadi sebuah kebanggaan bisa hadir disana, bersama-sama para utusan IPM seluruh Indonesia guna memusyawarahkan program kerja IPM, & memilih ujung-ujung tombak IPM yang akan menjadi wakil amanah kami di pimpinan tertinggi IPM. 

Tidak ada yang menyangka bahwa perjalanan Muktamarku kali ini adalah sebuah takdir Allah, untuk mengubah hidupku, dan untuk menanamkan rasa cintaku kepada Muhammadiyah. Karena di Muktamar ini, Allah membuka pintu hatiku yang paling dalam, meniupkan semangat cinta Muhammadiyah ke dalamnya, kemudian menutupnya rapat, tak akan keluar lagi, selamanya. 

Kawan, kadang cinta memang tak harus kepada makhluk, di Ikatan inipun kita boleh mencintainya, apalagi mencintai Ipmawati, hehehe … boleh banget supaya PP Muhammadiyah sibuk membuat Majelis baru yang konsen di bidang Munakahat guna memfasilitasi para aktivis seperti kita. Setuju kan? Mantap.
Oke, yuk kita lanjut ke cerita, its all about Muktamar … 

Kamis, 1 Juli 2010
Kawan, Muktamar kali ini terasa berbeda. Muktamar Muhammadiyah ke 100 tahun (1 Abad) jelas menjadi daya tarik tersendiri bagi banyak orang, baik peserta, penggembira, ataupun masyarakat Jogja pada umumnya. Tak terkecuali kami, para utusan yang mewakili PD IPM Blora, pelosok paling timur Jawa Tengah. Kami terdiri 3 orang, 2 Ipmawan dan seorang Ipmawati. Ketua Umum, Sekbid PIP, dan aku sendiri anggota PIP. 

09.30 WIB …
Setelah 2 jam sendirian menunggu di terminal Cepu akhirnya mereka datang. Sambil cengengesan mereka menghampiriku tanpa rasa dosa, mereka tidak tahu kalau aku sudah 2 jam lebih mondar-mandir termangu menunggu dengan muka masam, masam sekali.
 
09.45 WIB …
Dengan menaiki bus (maksudnya di dalamnya, bukan duduk di atas bus) kami berangkat menuju terminal Kertonegoro Ngawi. Berjejalan makhluk hidup kelas bawah republik di bus ini, petani, tukang ngamen, penjual jamu, dan pengemis. Untungnya tidak ada koruptor, karena kalau misalnya ada, aku sudah menyiapkan kado khusus untuknya, tak berlebihan kawan, sebuah Tendangan Harimau, cukup sekali saja aku pasti puas.
Perjalanan kami sangat tidak menawan, selain karena penumpang yang melebihi kuota, efek korupsi bangsa ini sungguh membuat sepanjang jalan yang kami lalui ini lebih mirip naik banteng di hutan Amazon, mengocok perut dan mabuk perjalanan. Untungnya, aku tidur. Ruginya, aku tidak menikmati tidurku sama sekali.
 
11.30 WIB …
Sedikit terjaga aku mulai meraskan jalan yang halus dan nyaman, rupanya aku sudah memasuki Kota Ngawi, tak berapa lama akhirnya aku sampai di terminal Kertonegoro Ngawi, ku lihat badanku, Alhamdulillah masih utuh. Sambil menguap ku lihat HP. Astaghfirullah !!! aku hampir lupa bahwa ada acara untuk bertemu dengan aktivis di Kota ini, ku kenal dari jejaring sosial bernama Facebook. Sambil menelepon, ku cari-cari sosok itu. Nah, itu dia. Akhirnya dari kejauhan ku lambaikan tanganku. Kami mendekat dan saling sapa, kurang lebih 5 menit, karena tak berselang lama bus tujuan Jogja udah siap jalan. Setelah pamitan aku langsung menaiki bus, tidak di atasnya lho, tapi di dalamnya. Ku lihat masih sepi penumpang, Yes! Aku harus siap-siap tidur lagi, pikirku. Akhirnya benar, lagi-lagi sakitku kambuh. Aku tidur pulas.

Memasuki Kota Klaten aku bangun dan terkesiap, aku tak henti-hentinya bertasbih dengan mata basah. Subhanallah, Maha Suci Allah yang menjadikan Muhammadiyah sebesar ini, pikirku saat itu. Ribuan bendera menyapaku, ucapan selamat dan sukses tak henti-hentinya habis. Next, Kota Jogja. aku sudah tidak lagi melukiskan kebanggaanku dengan kata dan perasaan, aku diam dan terus saja diam, aku takjub, bangga, haru dan bahagia menjadi satu, aku bersyukur telah menjadi saksi 1 Abad Muhammadiyah kali ini, karena aku tidak akan menjumpai Muktamar 2 Abad Muhammadiyah. 

Sabtu, 3 Juli 2010
Pembukaan Muktamar terpusat diselenggarakan di Stadiun Mandala Krida, pagi sekali kami sudah berangkat ke Stadion kebanggaan PSIM Yogyakarta tersebut. Baru turun dari bus, pemandanganku sudah pindah pada kumpulan manusia dari bumi nusantara yang memadati area sekitar stadiun ini. Masya’allah, ini semua makan nasi nggak ya? Pikirku. Hehehe... kasihan petani kita yang nggak sejahtera-sejahtera, tapi kita masih minta makan nasi terus. 

Pembukaan hari itu luar biasa. Berbagai pertunjukkan seni dan budaya tradisional dan modern diunjuk gigikan para generasi Muda Muhammadiyah, bukti nyata bahwa Muhammadiyah tidak anti-seni melainkan organisasi yang menjunjung tinggi seni dan budaya bangsa. Salah satu yang menyita paling banyak tepuk tangan adalah Pertunjukkan Kolosal Tapak Suci. Selain karena dikemas apik, instrumen musik yang dahsyat menjadikan tontonan kolosal tapak suci saat itu begitu anggun dan menawan. All out, memukau. Luar biasa.

Malam harinya, setelah seharian kami berjemur di Mandala Krida berikutnya akan digelar acara Malam Tasyakuran Pembukaan Muktamar. Acara kali ini lebih luar biasa. Momen yang sampai saat ini aku tidak bisa melupakannya. Tidak akan terlupakan. Dan sesungguhnya, malam itulah klimaks dari semua kisah yang kutulis dalam secarik kertas ini.
Berbagai pertunjukkan seni yang lebih dahsyat dari siang sebelumnya, membuat aku terpaku. Malam itu suaraku serak dan habis, tak mampu lagi berteriak banyak. Tangankupun sudah panas, karena keseringan tepuk tangan. Tapi semangatku lebih besar daripada siangnya. Mulai dari pertunjukkan adik-adik imut TK ABA, Orchestra Dwiki Dharmawan, Kiai Kanjeng, Taufik Ismail, hingga dipungkasi dengan Tari Kolosal garapan Didi Nini Thowok yang berpesan bahwa gerak Muhammadiyah telah berhasil melintasi zaman, di pertunjukkan terakhir inilah aku berteriak sekencang-kencangnya saat Tari Kolosal selesai dan langit Jogja di terangi kembang api. Dan..., disambung dengan Mars 1 Abad Muhammadiyah.
Seabad gerak waktu. Sang Surya bersinar selalu. Dalam berkat rahmat-Mu. Cerahi peradaban mutu”
”Jutaan insan bersatu. Ribuan amal berpadu. Dalam lingkar syahadat. Bawa Islam penuh rahmat”
”Ke Jogja Kita kembali. Abad ke dua kita mulai. Tekad membaja di hati. Walau jalan mendaki”
”Ayo bergandengan tangan. Hadapi segala tantangan. Gerakan laskar zaman. Jayalah, masa depan”
(Mars 1 Abad Muhammadiyah)

Kali ini aku tak lagi terharu, aku tak kuat lagi menahan tangis. Air mataku meleleh. Hatiku mengharu biru menyanyikan lagu tersebut, betapa bangga dan cintanya aku kepada organisasi berlogo 12 sinar matahari ini. Sangat cinta. Sambil terus bernyanyi, tak henti-hentinya kami meriakkan kata ”Muhammadiyah” bersama-sama ratusan peserta Muktamar IPM di Tribun Mandala Krida. Hampir semua mengangkat tangan, mengepal dan kuat. Ku lihat sebagian dari mereka, Bapak-bapak, Ibu, dan peserta lain rupanya juga menitikkan air mata. Aku tersenyum, menatap langit dan mengikrarkan dharma baktiku dalam hati untuk Muhammadiyah. 

Rasanya seperti dalam gerakan slow motion saat aku kembali dikejutkan dengan kembang api yang lebih besar. Aku terpukau. Bukan karena kembang api, tapi karena semua yang kulihat ini hanya akan ada untuk Muhammadiyah di usia 100 tahun. Kembali aku berteriak, sekalipun suaraku hampir habis dan nafas tersengal-sengal. Sekalipun suaraku tak terdengar, Allah pasti mendengar bahwa teriakanku untuk Muhammadiyah. Hanya untuk Muhammadiyah. Bagi kami tak ada kata lain yang mampu mewakili gambaran hati kami, selain meneriakkan kata ini sekencang-kencangnya, sekeras-kerasnya sekalipun beriring air mata haru dan bangga. Pertunjukkan malam itu menghapuskan semua gundah hatiku, semua beban hati seakan menguap, dan hilang diterpa angin. Subhanallah. 

Saat lagu pertama selesai dan pertunjukkan kembang api berakhir, aku dan para peserta lain menghambur ke tengah lapangan. Setengah berlari. Menuju ke panggung untuk mengabadikan kenangan 1 Abad, karena memang kami hanya akan menikmati Muktamar akbar sekali ini saja dalam hidup kami. Setelah berkali-kali kami menjepretkan kamera, dengan segala gaya yang membuat perut kami sakit dan tersenyum saat melihat gambarnya, kami kembali menuju lokasi Muktamar IPM di Bantul, dalam perjalanan pulang kali ini setiap langkah kakiku terasa lebih ringan, sambil tersenyum menatap Logo 1 Abad Muhammadiyah, bibirku bergetar, Alhamdulillah. Akhirnya, malam mencatatkan sejarah lagi dalam hidupku.

Muktamar IPM berlangsung dengan baik dan lancar, meskipun beberapa hal yang kurang patut telah terjadi di musyawarah ini. Namun, hal tersebut tidak mengurangi jalannya Muktamar. Muktamar tetap lanjut dan menghasilkan keputusan-keputusan penting IPM ke depan. Alhamdulillah, dalam Muktamar IPM kali ini aku juga bertemu dengan beberapa penulis yang sama-sama lolos di buku Menjadi Pejuang yang pertama. Amalia Masturah, Darsono, Cahyanto, Nurul Khikmah, Sobiatun, Lufki, Hamdan Nugroho, dan Arief Kurniawan. Rasanya senang bisa bertemu dengan sosok nyata yang sebelumnya hanya ku kenal dari tulisan, dan lebih lengkap lagi dengan hadirnya Ridho Al-Hamdi, sosok yang memberi kata pengantar di buku Menjadi Pejuang pertama. Lengkap sudah rasanya perjalanan Muktamarku dengan kehadiran mereka. Semoga Allah mempertemukan kita lagi, kapanpun itu. Semoga. Amin...

Kamis, 7 Juli 2010
“Walau kini kau t’lah tiada tak kembali
Namun kotamu hadirkan senyummu abadi
Izinkanlah aku untuk s’lalu pulang lagi
Bila hati mulai sepi tanpa terobati”

Lagu Kla-Project mengalun merdu di headset yang terpasang di telingaku. Sambil menikmati lagu tersebut, aku menikmati saat-saat terakhir di UMY. Lagi-lagi aku trenyuh mendengar lagu ini, Jogja dan Muktamar, dua hal berbeda yang tak bisa kulupakan. Akhirnya, bersama bapak-bapak PDM Blora, kami kembali menyusuri jalanan. Meninggalkan jogja yang telah menggoreskan sejarah indah, bagiku, bagi kami, dan bagi semua kader Muhammadiyah. “Izinkanlah aku untuk s’lalu pulang lagi” masih mengalun di telingaku…

Semarang, 17 Desember 2010. 15:27 WIB

Comments

  1. terimakasih,perasaan saya sungguh terwakili dengan tulisan mu teman!

    ReplyDelete
  2. mantap qalil!
    bunda dukung!
    hehehh
    tulisan qalil baguss!!
    ^_^

    ReplyDelete
  3. hmmm...
    bukannya sekarang kamu bisa lebih sering ketemu mbak mu ini? he2...di UNIMUS tentunya.

    ReplyDelete

Post a Comment

Silakan tinggalkan komentar, yang sopan ya :) | Semua komentar akan dimoderasi.

Hendak diskusi dengan penulis, silakan via email di pena_sastra@yahoo.com. Terima kasih

Popular posts from this blog

Your Link Exchange

Forum ICITY: Transformasi Cara Berkomunikasi & Berbagi Solusi

Seberapa Cepat Loading Blog Anda?